Ahad 25 Sep 2016 13:34 WIB

Kemenkop Sebut Indonesia Hadapi 3 Masalah Serius Bidang Keuangan

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Warga melakukan transaksi melalui agen Laku Pandai. ilustrasi  (Republika/Tahta Aidilla)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Warga melakukan transaksi melalui agen Laku Pandai. ilustrasi (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Indonesia saat ini menghadapi tiga masalah penting dalam bidang keuangan. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Choirul Djamhari dalam Seminar Nasional Strengthening Strategy Sektor Keuangan dan UMKM pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN, Sabtu (24/9).

"Kita saat ini berhadapan tiga masalah penting yang pertama di bidang keuangan tentunya kita menghadapi financial inclusion yang masih rendah," katanya.

Financial inclusion adalah rasio penduduk yang menggunakan fasilitas perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Choirul menambahkan, pada saat ini ada sekitar 64 persen warga Indonesia yang belum menikmati layanan perbankan, baik di desa maupun perkotaan.

"Ini menjadi serius karena dengan demikian mata uang yang berputar-putar di masyarakat tidak terkelola dengan baik," ujarnya.

Masalah inklusi keuangan menjadi hal yang berkaitan dengan masalah finansial literasi. "Ini terkait dengan masalah yang kedua yaitu angka finansial literasi, finansial literasi adalah masyarakat yang melek di bidang perbankan, saudara-saudara kita masih banyak sekali yang tidak mengerti apa artinya kredit," kata dia.

Sedangkan, masalah keuangan yang ketiga adalah financial depending. Ini  merupakan perilaku dari pelaku perbankan maupun nonbank yang enggan merinci jenis-jenis portofolio perbankan.

Hingga saat ini, kata dia, kredit terutama kredit mikro masih berkutat kepada kredit produksi, kredit konsumsi, dan kredit investasi serta kredit modal kerja. "Padahal kalau kita lihat yang namanya jenis usaha UKM itu mempunyai masing-masing jenis paket kredit yang spesifik dan profil risiko yang spesifik yang itu tidak bisa digeneralisir begitu saja," kata Choirul.

Sementara itu, berdasarkan hasil survei Bank Dunia pada 2014 menyatakan hanya ada 36 persen dari penduduk dewasa Indonesia yang memiliki rekening di bank. Karena itu sejak  2012, Bank Indonesia (BI) dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bappenas memprakasai pedoman Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement