REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bersiap mendatangkan kembali daging kerbau dari India dalam waktu dekat untuk menekan harga komoditas, menyediakan pemenuhan protein hewani bagi masyarakat, sekaligus menyiapkan kebutuhan untuk Ramadhan dan Lebaran 2017.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan mengimpor daging kerbau hingga 100 ribu ton, dimana izin impor akan diberikan hingga Juni 2017. "Kami menargetkan impor daging hingga 100 ribu ton. Sebanyak 70 ribu ton hingga akhir Desember 2016, sisanya sebanyak 30 ribu ton untuk persiapan puasa dan Lebaran," kata Darmin dalam dalam rapat stabilisasi harga dan ketersediaan pangan di Jakarta, Selasa (13/9).
Dia mengatakan permintaan daging kerbau cukup banyak karena 10 ribu ton yang diimpor secara bertahap sebelum September 2016 telah habis. Antrean yang meminta daging kerbau juga banyak, terutama dari pelaku industri makanan.
Sementara itu, Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan daging kerbau yang dijual pihaknya saat ini dibanderol Rp 60 ribu per kilogram (kg) di tingkat pengecer dan Rp 65 ribu per kg di tingkat konsumen. "Kami melakukan penjualan langsung untuk menjaga harga tetap stabil, dan sebagian pasar sudah bisa menerima daging kerbau ini. Bahkan beberapa SPS (sanitary and phytosanitary) belum bisa dilayani karena masih proses. Sebagian masih proses karantina, yang sudah lolos langsung dilepas," kata Djarot.
Dia mengatakan impor daging kerbau yang telah masuk sampai hari ini mencapai 5.300 ton, di mana 1.400 ton telah selesai diperiksa oleh karantina, dan 1.500 ton telah lolos persyaratan SPS. "Yang sudah di pelabuhan mungkin sekitar 2.000, sisanya di gudang masih proses verifikasi karantina," ucap Djarot.
Impor daging tersebut diharapkan mampu menurunkan harga daging sapi segar yang diharapkan dapat masuk ke wilayah harga yang lebih wajar. "Mudah-mudahan masyarakat bisa memperoleh alternatif daging yang sehat sekaligus murah karena kami jual Rp 65 ribu per kilogram sampai ke konsumen, artinya kami jual ke pedagang tentu di bawah itu karena mereka butuh laba," kata Djarot.