Jumat 29 Jul 2016 18:20 WIB

BI Prediksi Ekonomi Tumbuh 5,09 Persen Tahun Ini

Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memprediksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,09 persen sepanjang tahun ini, terangkat dengan laju pertumbuhan pada kurtal ketiga sebesar 5,2 persen setelah pada kuartal II hampir stagnan di 4,94 persen.

Pada kuartal pertama atau periode Januari sampai Maret 2016, ekonomi Indonesia yang tergambarkan dari pembentukan produk domestik bruto tumbuh 4,92 persen. Angka itu menurun jika dibandingkan dengan kuartal IV 2015. Namun, lebih baik jika dibandingkan pada kuartal pertama 2015.

Gubernur BI Agus Martowardojo menekankan proyeksi 5,09 persen tersebut belum memperhitungkan andil dari kebijakan amnesti pajak yang bergulir sejak Juli hingga 31 Maret 2016. Menurut dia, amnesti pajak akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari aspek investasi karena mengalir ke sektor riil sekaligus memperbaiki pendapatan untuk modal belanja pemerintah. "Kita harapkan ini efektif, bawa dana dalam bentuk tebusan yang nanti akan meningkatkan penerimaan negara," katanya di Jakarta, Jumat (29/7).

Jika amnesti pajak berhasil, kata Agus, dampak ekonomi yang berlipat akan terasa pada 2017. Ia mengingatkan limpahan likuiditas karena dana repatriasi harus disikapi dengan membentuk prioritas agar dana tersebut menjadi investasi ke sektor riil. Hal ini karena, jika hanya mengendap di perbankan, dampak dari amnesti pajak tidak akan optimal. "BI harus menjaga agar dana yang tersedia di tengah masyarakat jangan berlebihan. Kalau berlebihan, justru akan bisa menimbulkan tekanan inflasi, ini berat bagi ekonomi kita," ujarnya.

Limpahan dana repatriasi juga membuat BI makin percaya diri dapat menjaga defisit neraca transaksi berjalan di rentang yang aman pada tahun ini karena kontribusi positif dari transaksi modal dan finansial. Otoritas moneter memprediksi defisit transaksi berjalan tahun ini sebesar 20 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari PDB.

Jumlah itu meskipun lebih tinggi dibanding pada 2014 yang sebesar 17 miliar dolar AS, kata Agus, masih berada di rentang yang aman. Defisit masih terjadi karena impor barang modal dan kebutuhan pendanaan untuk memenuhi target pembangunan, terutama pembangunan infrastruktur.

Namun, kata Agus, dana repatriasi bisa menjadi titik balik agar neraca transaksi berjalan tidak lagi mencatatkan defisit. "Kalau nanti ada repatriasi dana itu akan memperbaiki transaksi modal dan finansial tetapi arahnya kita harus yang namanya transaksi berjalan harus diarahkan menjadi surplus. Tidak seharusnya Indonesia impor lebih besar daripada ekspor atau dana yang keluar lebih besar dari dana yang kita terima," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement