REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada perdagangan Jumat (15/7), rupiah kembali dalam tren penguatan. Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), rupiah berada di posisi Rp 13.086 per dolar AS atau menguat dari posisi kemarin sebesar Rp 13.088 per dolar AS.
Bank Indonesia mencatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah mengalami penguatan hingga 5,27 persen (year to date), sejak awal tahun hingga 13 Juli 2016.
Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar rupiah mengalami apresiasi terhadap tiga mata uang dunia, yaitu dolar AS, dolar Australia, dan euro. Rupiah tercatat hanya mengalami depresiasi terhadap yen Jepang. Terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Rupiah terapresiasi sebesar 2,95 persen pada Juni 2016.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, akibat outlook Eropa yang jelek disebabkan oleh Brexit, aliran dana (capital inflows) masuk deras ke negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini juga berdampak pada penguatan kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Karena Brexit membuat outlook di Eropa jelek, kemudian outlook di emerging market bagus. Kemudian setelah tax amnesty disetujui itu juga semakin positif, jadi inflows masih masuk terus ke pasar keuangan," kata Mirza saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (15/7).
Meskipun implementasi pengampunan pajak belum terjadi karena menunggu penerbitan aturan teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), kebijakan ini dinilai akan membawa sentimen positif.
Mirza menjelaskan, sentimen positif tersebut ada dalam bentuk masuknya dana dari luar negeri ke Indonesia. Selain itu, dengan adanya kebijakan ini, terlihat ada potensi untuk pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Sehingga para investor mendahului masuk ke pasar modal.
Kendati terus menguat, Gubernur BI, Agus DW Martowardojo menegaskan Bank Indonesia akan terus menjaga rupiah selalu dinilai fundamentalnya.
"Kalaupun ada capital inflow, BI akan selalu menjaga agar rupiah itu selalu di nilai fundamentalnya. Sama jika terjadi pelemahan kita akan jaga di fundamentalnya," kata Agus, Kamis (14/7) malam.
Agus memaparkan, kondisi makro ekonomi domestik yang saat ini stabil, antara lain terjaganya inflasi dan defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/ CAD) juga menjadi salah satu faktor pendukung rupiah menguat signifikan. Selain itu, iklim investasi Indonesia juga dinilai kondusif untuk menarik dana asing masuk ke dalam negeri.
Kendati begitu, ia menilai ada sejumlah faktor eksternal yang harus tetap diwaspadai akan dapat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah ke depannya. Faktor eksternal tersebut datang dari negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Cina.
Menurut Ekonom Kenta Institute, Eric Sugandi, kurs rupiah sesuai dengan fundamentalnya berada di kisaran Rp. 12,800 - 13,300 per dolar AS.
"Dengan meredanya isu-isu global yang menekan rupiah seperti Brexit dan kemungkinan kenaikan suku bunga AS, para pelaku pasar kembali melihat hal-hal yang berkaitan dengan fundamental ekonomi Indonesia," kata Eric.