REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia memperkirakan rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2016 akan mencapai kisaran Rp 13.500-13.800 per dolar AS, menguat dibandingkan asumsi dalam APBN 2016 Rp 13.900 per dolar AS.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, faktor ekonomi global terutama rencana kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral AS The Fed akan mempengaruhi nilai tukar rupiah ke depan. "Kalau secara umum kami melihat sekarang ini sampai akhir tahun 2016 itu akan ada kenaikan dua kali Fed Fund Rate, dan itu sudah kita perhitungkan dalam apa yang kita paparkan dalam pembahasan ini," ujar Agus saat ditemui usai rapat terkait Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 di Banggar DPR RI, Jakarta, Kamis (2/6).
Selain itu, kata Agus, pada kuartal II tahun berjalan biasanya tekanan terhadap nilai tukar rupiah akan lebih tinggi karena merupakan periode pembayaran dividen ke luar negeri dan jatuh tempo dari kewajiban utang sehingga banyak korporasi yang membutuhkan dolar. Menurut Agus, faktor fundamental dan faktor sentimen ke depannya masih akan terus memberikan pengaruh terhadap pergerakan rupiah. "Transaksi berjalan masih defisit artinya ekonomi kita masih perlu dukungan eskternal dalam bentuk pendanaan untuk membeli surat berharga, ekuitas, atau FDI (foreign direct investment)," ujar Agus.
Sementara itu, faktor sentimen terhadap rupiah adalah perkembangan ekonomi di Cina selain rencana kenaikan Fed Fund Rate. Selama kuartal I 2016 nilai tukar Rupiah, secara point to point (ptp), menguat sebesar 3,96 persen dan mencapai level Rp 13.260 per dolar AS. Penguatan terus berlanjut hingga April 2016 sebesar 0,55 persen (ptp) dan ditutup di level Rp 13.188 per dolar AS.
Baca juga: Penguatan Rupiah Diperkirakan Terbatas