REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengatakan pengadaan listrik hingga 18.000 Megawatt dalam lima tahun mendatang lebih mungkin tercapai pemerintah, karena lebih realistis daripada target yang ditetapkan sebelumnya sebesar 35.000 Megawatt.
"Kalau 17 ribu atau 18 ribu MW bisa dicapai dalam lima tahun, itu prestasi yang luar biasa, karena pemerintah sebelumnya hanya mencapai kisaran 10 ribu MW," kata Rizal dalam pertemuan koordinasi membahas pembangunan ketenagalistrikan di Jakarta, Senin.
Menurut Rizal, target pengadaan listrik hingga mencapai 35.000 Megawatt pada 2019 bisa saja tercapai, namun kebutuhan listrik dalam lima tahun ke depan tidak sebesar yang diperkirakan, sehingga bisa terjadi kelebihan pasokan.
Rizal memprediksi PT PLN bisa mengalami kerugian hingga 10,7 miliar dolar AS per tahun dengan perkiraan PT PLN tetap membayar insentif ke produsen listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP), meski listrik tidak terpakai karena kelebihan suplai.
"Bisa terjadi 'excess demand', karena PLN tetap membayar listrik yang sudah dibangun. Itu bisa membebani PLN dan bisa menjadi masalah besar nanti," kata Rizal.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil mengatakan pengadaan listrik di Indonesia saat ini belum sempurna dan masih banyak kendala yang dihadapi apabila ingin mewujudkan target 35.000 Megawatt.
Hal itu terlihat dari hasil audit BPK terkait Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas penyelesaian proyek infrastruktur ketenagalistrikan eks dana APBN tahun anggaran 2011 sampai 2014 yang terhenti.
"Dari target 10 ribu Megawatt tersebut, sampai pemerintahan selesai, hanya 7.919 Megawatt yang terwujud atau hanya 79,8 persen, itu dalam sepuluh tahun. Dan ternyata banyak juga masalah meliputi 166 kontrak senilai Rp6,5 triliun yang menjadi pendukung utama Fast Track Program I," kata Rizal.
Selain itu, terdapat potensi kerugian negara dari gagalnya proyek pengadaan listrik akibat gardu yang mangkrak dan transmisi yang tidak terkoneksi karena masalah penyediaan lahan serta uang muka Rp554 miliar yang belum dikembalikan kepada negara.
Untuk itu, pencegahan terhadap kerugian negara atas pengadaan listrik di Indonesia harus diupayakan, dengan meminimalisasi kesalahan atas penyediaan proyek, apabila pemerintah benar-benar ingin mendorong optimalisasi target 35.000 Megawatt.
Rizal juga menyampaikan rekomendasi BPK terkait penyelesaian proyek infrastruktur ketenagalistrikan yaitu menyarankan adanya satuan tugas khusus terkait pembebasan lahan dan membentuk road map energi primer yang disesuaikan dengan KEN 2014.
Kemudian, meningkatkan jumlah jaminan pelaksana yang signifikan bagi kontraktor listrik untuk memastikan kredibilitas pekerjaan, memberikan kepastian hukum di tingkat implementasi dan melakukan reformasi subsidi listrik.
"Terkait kepastian hukum, Presiden sebenarnya sudah mengeluarkan aturan percepatan pembangunan infrastruktur. Jadi sebenarnya semua regulasi terkait sudah ada, namun kadang-kadang ada persoalan di implementasi," ujar Rizal.