REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS semakin melemah beberapa hari terakhir ini. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun menilai pemerintah belum perlu mempersiapkan langkah khusus untuk menjaga nilai rupiah agar tak semakin anjlok.
Menurut dia, nilai tukar rupiah ini tak akan jatuh secara berlebihan. "Tidak ada yang perlu dijaga, biar berkembangannya juga secara baik, tidak akan berlebih-lebihan," kata JK di Jakarta, Kamis (26/5).
JK menyebut, melemah dan menguatnya nilai tukar rupiah merupakan hal yang biasa. JK mengatakan, nilai tukar dolar AS menguat lantaran statistik lapangan kerja di Amerika membaik.
"Rupiah biasa turun naik. Bukan saja rupiah yang lemah, dolar menguat, gara-gara statistik lapangan kerja di Amerika membaik. Maka dia menguat," kata JK.
Pada Rabu (25/5), rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp 13.618-13.703 per dolar AS. Bank Indonesia menilai, kondisi nilai tukar rupiah yang relatif lebih lemah ini sepenuhnya karena pengaruh global, yaitu bank sentral AS, The Fed mengenai kenaikan Fed Fund Rate pada Juni dan Juli mendatang.
"Statement hawkish dan cenderung menaikkan bunga itu berdampak ke stabilitas keuangan dunia karena banyak yang kemudian meresponnya," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo di Jakarta, Rabu (25/5).
Selain karena The Fed, menurut Agus, berita mengenai Inggris yang cenderung membatalkan rencana keluarnya dari Uni Eropa juga mempengaruhi sentimen pasar. Faktor lain, kata Agus, adalah harga minyak.
Dalam pertemuan negara penghasil minyak, Iran mengambil posisi tidak mau mengurangi jumlah produksi. "Dan ini juga berpengaruh. Kondisi ini berdampak ke negara dunia termasuk ke Indonesia," katanya.
Baca juga: BI Sebut Pelemahan Rupiah Dipengaruhi Sentimen Global