Ahad 15 May 2016 15:20 WIB

Jauh dari Target, Proyek Listrik 35 Ribu MW Mendesak Dievaluasi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Presiden Jokowi meresmikan proyek listrik 35 ribu MW.
Foto: Antara
Presiden Jokowi meresmikan proyek listrik 35 ribu MW.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Permintaan Presiden Joko Widodo agar pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh atas Program 35 ribu Mega Watt (MW) dinilai sesuai dengan kondisi lapangan. Pengamat kelistrikan sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa memandang dalam satu tahun perjalanan proyek ini, baru sekitar 400 MW yang sudah mulai konstruksi. Artinya, masih jauh dari target untuk membangun setidaknya 7.000 MW per tahun hingga 2019 nanti.

Fabby menilai, evaluasi menyeluruh memang mendesak untuk dilakukan terutama dengan melibatkan kementerian terkait, tak hanya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tetapi juga harus melibatkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham PT Perusahaan Listrik Negara (persero) dan Kementerian Keuangan sebagai regulator masalah tarif dan subsidi.

Fabby mengungkapkan, seharusnya demi mengejar pembangunan proyek listrik ini, sejak tahun lalu PLN sudah melelang untuk dua sampai 3.000 MW pembangkit. Hanya saja, memang masalah penugasan untuk PLN ini masih belum jelas lantaran Revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2015 sampai 2024 belum juga diajukan oleh PLN.

"Saya melihat yang punya PLN sudah bisa jalan ya paling tidak 2.000 MW tahun lalu, namun tahun ini kenyataanya belum jalan. Saya kira kalau Pak Jokowi minta Menteri ESDM lakukan evaluasi ya tepat karena penanggung jawab sektor kan Kementerian ESDM tetapi tanggung jawab korporasi ada di BUMN," ujar Fabby, Ahad (15/5).

Fabby melihat, sejak awal Presiden Jokowi sudah menyebutkan bahwa porsi energi baru dan terbarukan (EBT) akan ditingkatkan dalam proyek 35 ribu MW ini. Ini artinya ada sekitar 8.700 MW kebutuhan listrik yang bakal terpenuhi dari pembangkit-pembangkit EBT. Ia menilai sudah seharusnya PLN ikut aturan pemerintah termasuk yang berkaitan dengan kesepakatan feed in tariff atau harga pembelian listrik.

"Apabila secara korporasi tidak menguntungkan, PLN bisa saja minta ke Kementerian BUMN untuk membicarakan itu dengan Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Karena Kemenkeu kan yang tentukan besaran subsidi dan anggaran," ujarnya.

Fabby merangkum, ada tiga poin evaluasi yang harus dilakukan pemerintah dalam waktu dekat demi mengejar proyek 35 ribu MW. Pertama, jelasnya, adalah evaluasi tentang kemajuan proyek baik lelang maupun konstruksinya. Hal ini menurutnya penting untuk memberikan gambaran jelas soal sejauh mana proyek ini berjalan sampai saat ini, tak hanya informasi bagi pemerintah tetapi juga masyarakat yang pada akhirnya akan menikmati manfaat proyek ini.

"Kedua evaluasi dari implementasi 35 ribu yang masih dalam tahap persiapan kan masih terkendala masalah lahan dan lainnya. Itu lah guna UP3KN (Unit Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional)," ujar Fabby

Evaluasi ketiga, menurutnya harus mencakup kemampuan PLN dalam mengeksekusi. Hal ini terkait dengan RUPTL yang belum diserahkan oleh PLN. Kementerian ESDM akhirnya memberikan batas waktu bagi PLN untuk serahkan revisi RUPTL hingga 20 Mei mendatang.

"Termasuk kemampuan PLN dalam lakukan pelelangan, kontrak, kemampuan PLN dalam bernegosiasi, dengan pihak-pihak yang terlibat. Saya melihat ini sangat urgent dan tiga aspek ini penting dan saya kira bagus kalau Presiden memandatkan perlu diangkat isu ini di rapat kabinet terbatas," kata Fabby.

Menteri ESDM Sudirman Said mengakui akhir pekan lalu dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk membahas kemajuan proyek 35 ribu MW. Ia mengatakan, saat ini sudah bermunculan pertanyaan dari investor atau pelaku usaha soal proyek besar ini. Presiden, kata dia, meminta kepada Kementerian ESDM untuk meninjau secara menyeluruh terkait proyek ini termasuk dari sisi kebijakan, kemudian proses penunjukan, eksekusi  proyek, sampai manajemen proyek.

"Termasuk mengecek progres RUPTL kenapa belum diterima revisinya. 35 ribu MW proyek besar, kita belum punya pengalaman, yang paling penting itu melihat semua pihak dari IPP, PLN, kemudian regulator, sampai pemegang saham harus satu arah," ujar Sudirman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement