REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin sedang berkoordinasi dengan kementerian lain termasuk Kementerian Keuangan terkait wacana pengenaan biaya cukai berbagai produk dalam kemasan plastik.
"Saya kira ini baru ada wacana," ungkapnya, Senin (25/4).
Ia mengaku sudah didatangi sejumlah asosiasi yang terkait industri penggunaan plastik, termasuk para pelaku usahanya. Mereka, Saleh katakan, keberatan terhadap rencana pengenaan cukai tersebut dengan alasan apabila dikenakan maka konsumen akan terkena dampaknya.
"Yang akan kena dampaknya tentu konsumen, pasti harga jual dinaikin," lanjutnya.
Saleh menyatakan akan meminta pendapat Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan para pelaku usaha di bidang tersebut. Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pengenaan biaya cukai tidak hanya untuk kemasan botol plastik. Namun ke depan berbagai produk dalam kemasan plastik pun bisa dikenakan cukai tambahan.
"Ya pokoknya ini masih didiskusikan. Nanti akan mencakup semua yang memakai kemasan, bukan hanya botol. Seperti minyak goreng, oli, nanti juga kena," ujar Bambang usai melakukan pemaparan di gedung DPR, Selasa (12/4).
Pemerintah akan mengusulkan pengenaan cukai kemasan pada kemasan botol plastk. Usulan rencananya akan dimasukan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan.
Menurut Bambang, pengenaan cukai ini tidak akan berpengaruh pada industri atau pun inflasi. Sebab tarif cukai yang dikenakan nilainya tidak terlalu tinggi. Kemungkinan nilai cukai ini akan di bawah Rp 200. Pajak cukai ini nantinya juga akan dialokasikan untuk perbaikan guna industri daur ulang sampah plastik.
Bambang juga menilai cukai kemasan plastik ini tidak akan mengganggu psikologis dari pelaku industri. Hal ini layaknya pengenaan pajak yang dikenakan kepada pengusaha dan selama ini dibayar. "Kalau saya kenakan pajak juga ganggu psikologis, nanti semua nggak bayar pajak dong. Mereka dapat untung di RI, apa kontribusinya ke negara?" kata Bambang.