Kamis 17 Jul 2025 10:14 WIB

Tarif Ekspor RI ke AS Dinilai Masih Bisa Dinegosiasi

Syarat perdagangan seharusnya tidak menjadi beban jangka panjang.

Rep: Dian Fath/ Red: Satria K Yudha
Seorang warga memancing saat adanya aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Seorang warga memancing saat adanya aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) ditetapkan sebesar 19 persen, terendah di antara negara-negara ASEAN yang mencatat surplus dagang dengan AS. Namun, sejumlah pihak menilai tarif ini masih bisa dinegosiasikan menjadi lebih rendah.

Vietnam dan Filipina dikenai tarif 20 persen, sementara Thailand dan Malaysia mendapat beban tarif yang lebih tinggi, antara 25 hingga 36 persen. Di tengah pencapaian ini, ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyebut ruang negosiasi Indonesia belum tertutup.

Baca Juga

“Saya yakin sebenarnya kita masih bisa lebih rendah dari 19 persen, jika Pak Prabowo Subianto berkenan telepon Trump lagi,” ujar Samirin dalam pesan singkat, Kamis (17/7/2025).

Samirin menyoroti penurunan signifikan tarif Vietnam yang sebelumnya dikenai 46 persen dan kini hanya 20 persen. Sementara Indonesia turun dari 32 persen ke 19 persen. “Kita dari 32 persen ke 19 persen. Saya percaya, kita bisa turun ke 15 persen sebenarnya,” katanya.

Menurut dia, kesepakatan dagang ini sejauh ini tergolong saling menguntungkan. Namun, efektivitasnya akan sangat bergantung pada tarif negara pesaing utama Indonesia dengan struktur ekspor yang serupa.

“Ini bukan tentang AS dan Indonesia, tetapi tentang persaingan Indonesia dengan negara-negara tersebut untuk memperebutkan pasar AS,” ujarnya.

Samirin juga mengkritisi poin dalam kesepakatan yang menyebut Indonesia akan membeli 50 unit pesawat Boeing 777. “Dari komitmen kita ke AS, yang bikin saya khawatir adalah membeli 50 Boeing 777, ini cenderung mengada-ada,” kata dia.

Menurut Samirin, Boeing 777 merupakan pesawat model lama yang tidak efisien dan kurang sesuai untuk kebutuhan maskapai nasional. “Jika memaksakan memanfaatkan untuk international flight, Garuda akan kalah saing dengan SQ, Thai, Qatar, Turkish, dan lain-lain,” tegasnya.

Ia menekankan, syarat perdagangan seharusnya tidak menjadi beban jangka panjang bagi Indonesia.

Kesepakatan tarif diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump pada Selasa, 15 Juli 2025, bersama Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Tarif 19 persen disepakati sebagai bagian dari upaya menjaga neraca dagang.

Selain soal tarif, Indonesia juga berkomitmen untuk meningkatkan impor sejumlah komoditas asal AS seperti kedelai, kapas, dan minyak mentah. Pemerintah memastikan langkah ini tidak akan mengganggu stabilitas ekonomi domestik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement