REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam rancangan undang-undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty, nilai tebusan dua hingga enam persen dianggap masih sangat kecil. Sebab dana yang nantinya masuk ke Indonesia juga terbatas.
Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah sebenarnya masih bisa meningkatkan tebusan untuk tax amnesty di kisaran 5-10 persen. Dengan angka ini, maka pemerintah Indonesia minimal bisa mendapatkan pendapatan dari tax amnesty di atas Rp 100 triliun.
"Harusnya ini dinaikan (5-10 persen) supaya penerimaan negara juga lebih optimal," ujar Yustinus, Ahad (24/4).
Menurut dia, jika pengemplang pajak ini tidak ingin mengikuti tax amnesty yang sebenarnya telah sangat minim ini, mereka bisa mengikuti pembayaran pajak yang akan dikenai denda setelah adanya keterbukaan informasi perbankan pada 2018. Dalam keterbukaan tersebut, pengemplang pajak dipastikan akan membayar denda lebih banyak ketika uang dan aset yang selama ini tidak diKenai pajak, akhirnya terbongkar.
Selain itu, pemerintah juga memang mesti bersikukuh dengan meningkatkan angka tebusan dalam tax amnesty. Terlebih keberadaan data milik Direktorat Jenderal Pajak yang ada, ditambah dengan Panama Papers yang memperlihatkan adanya nama-nama orang Indonesia. Pemerintah mempunyai tenaga cukup besar meningkatkan tebusan tersebut.
Sementara, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya mengenai RUU tax amnesty kepada DPR. Ken memastikan bahwa DJP telah memiliki berbagai langkah untuk memenuhi target yang dicanangkan pemerintah sebesar Rp 1.360 triliun dari penerimaan pajak.
"Kita sudah siapkan banyak opsi," ujarnya.
Baca juga: Pendapatan dari Tax Amnesty Dinilai Terlalu Kecil