REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pembangunan infrastruktur dinilai paling cocok menggunakan struktur pembiayaan syariah ketimbang pinjaman komersial jangka pendek.
Chief Investment Officer PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) Harold Tjiptadjaja mengatakan, dana-dana untuk pembangunan infrastruktur sebenarnya tersedia meski memang bertahap karena proyek pemerintah harus berjalan. Obligasi berbasis proyek menurutnya, masih wacana dan belum ada di Indonesia.
''Butuh contoh dulu. Potensi dana besar dari dana pensiun, asuransi, dan dana haji,'' kata Harold usai Seminar Pasar Modal Sebagai Alternatif Pembiayaan Infrastruktur di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (5/3).
Malah sebenarnya, kata Harold, struktur pembiayaan syariah merupakan yang paling cocok untuk pembangunan infrastruktur karena harus berbasis aset riil dibanding pinjaman komersial yang sifatnya jangka pendek. Pembangunan infrastruktur terbagi dalam beberapa fase, bank bisa masuk di fase tertentu dan tidak penuh membiayai sendiri selama 20 tahun.
Dana haji yang sudah lebih dari Rp 70 triliun dinilai bisa dimanfaatkan untuk pembangunan meski mekanismennya harus diperjelas. Hal ini karena dana haji adalah dana bergulir yang selalu menyisakan dana mengendap karena calon jamaah haji yang mendaftar selalu lebih banyak dari yang berangkat. Dana mengendap diharapkan bisa dimanfaatkan.
''Dana haji memang tidak permanen 20 tahun, dananya bisa berkurang kalau kuota haji ditambah. Dana yang tersedia berapapun potensial dimanfaatkan, yang penting tata kelolanya benar,'' kata Harold.
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bisa jadi akan bisa mengelola dana haji sebagai bagian mandat undang-undang. Meski begitu, kejelasan bentuk BPKH pun masih dinanti.