Jumat 26 Feb 2016 18:46 WIB

Tapera Hanya Bisa Dinikmati Pekerja Bergaji di Bawah UMR

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Achmad Syalaby
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (tengah) menerima salinan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) dalam Sidang Paripurna ke-19 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/2).(Republika/Rakhmawaty
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (tengah) menerima salinan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) dalam Sidang Paripurna ke-19 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/2).(Republika/Rakhmawaty

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi undang-undang dalam sidang paripurna  DPR RI ke-19 pada Selasa lalu. Undang-undang ini diharap bisa memberikan rumah bagi kalangan pekerja.

Meski demikian, UU Tapera diyakini belum bisa memberikan kesejahteraan bagi para pekerja. Beleid ini justru disebut bakal berdampak pada ketidakadilan untuk kalangan pekerja.

"‎Undang-Undang Tapera bisa menimbulan ketidakadilan. Karena semua pekerja wajib membayar iuran, tapi tidak semua pekerja bisa menikmati hasilnya. Yang bisa menerima manfaat cuma mereka yang berpenghasilan rendah atau bahkan di bawah UMR (upah minimum regional)," ujar Ketua Apindo DKI Jakarta, Soeprayitn‎o, Jumat (26/2).

Peraturan ini ditakutkan dapat menimbulkan permasalah sosial antara pekerja‎ yang mendapat gaji UMR dan mereka yang memiliki gaji lebih besar. Karena mereka yang memiliki penghasilan berkecukupan akan mendapat dana Tapera saat mereka pensiun.

Di sisi lain, hal ini akan merugikan perusahaan yang memiliki pekerja dengan penghasilan di atas UMR. Sebab tak semua perusahaan mempekerjakan tenaga kerja dengan penghasilan rendah.‎ Dengan kondisi tersebut, maka perusahaan itu akan dirugikan dengan pembayaran Tapera. Karena tetap berkewajiban mengiur, namun tak ada satu pun tenaga kerjanya bisa menerima manfaat dari Tapera.

Bukan hanya ketidakadilan, kondisi tersebut juga dikhawatirkan dapat mengulang kesalahan serupa yang pernah dilakukan pemerintah terdahulu. Yakni, dana yang terkumpul malah tidak bisa digunakan lantaran tidak banyak kelompok masyarakat yang memenuhi kualifikasi sebagai penerima Tapera ini.

"Pemerintah ini jago mengumpulkan dan murah, tapi tidak jago mengelolanya. Buktinya dana bapertarum nganggur puluhan triliun. Apa ini nanti mau berakhir seperti itu," ungkap Soeprayitno.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement