REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melanjutkan wacana pembentukan Dana Ketahanan Energi (DKE). Rencananya, DKE akan mulai berjalan tahun ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menjelaskan, nantinya DKE tidak akan mengutip dari harga jual bahan bakar minyak (BBM) tetapi dari badan usaha di sektor hilir migas. Artinya, DKE ini akan menyerap pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari usaha hilir migas.
"Yang jelas pungutan kepada masyarakat itu tidak akan dilakukan. Karena reaksi publik negatif, mungkin akan memungut di hilir. Itu yang dipungut badan usahanya," kata Sudirman kepada awak media, di Jakarta, Jumat (19/2).
Mantan Direktur Utama PT Pindad ini menambahkan, untuk pungutan DKE ini diharapkan bisa dimulai dengan angka Rp 1-3 triliun bersumber dari pungutan hilir migas atau bisa juga dari pengajuan di salam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan 2016 yang akan dibahas April mendatang. Selain itu, Sudirman juga menilai ke depan BBM tidak lagi mendapat subsidi secara menyeluruh namun justru kena pajak.
"Satu ketika harus ada pajak. Kapan itu dipajaki tergantung nanti tergantung situasi ekonomi. Jadi harusnya begitu. Untuk DKE yang paling realistis sekarang adalah Rp 1 (triliun) sampai Rp 3 triliun yang masih bisa dihemat dari pos-pos lain. Harusnya masih bisa, saya berharap itu bisa kita lakukan," kata dia.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng mengaku belum ada pembahasan dengan Kementerian ESDM mengenai hal ini. Ia sendiri menilai, pungutan DKE bisa saja diambil dari PNBP BPH Migas, dengan syarat ada dasar hukum yang jelas.
"Harus tertuang di UU Energi dan UU Migas (Dana Pengurasan). Padahal di draft RUU Migas usulan pemerintah bahwa BPH tidak ada lagi. Inkonsisten," ujar Andi.