REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak dunia pada hari ini menyentuh level 29 dolar AS per barel. Dengan harga serendah itu, bisa jadi bencana bagi negara pengekspoir minyak.
(Baca: Harga Minyak Dunia Cetak Rekor Terendah dalam 12 Tahun Terakhir)
Namun rendahnya harga minyak dunia ini, dinilai memberikan kesempatan bagi Indonesia sebagai negara net importer (pengimpor minyak, Red) untuk memperbaiki ekonomi. Meski begitu, ternyata ada pula yang harus pemerintah waspadai dengan anjloknya harga minyak dunia ini.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), Benny Lubiantoro menyampaikan, bahwa ?sebagai negara net Importir, Indonesia juga harus hati-hati, sebab anjloknya harga minyak dunia hingga di bawah 30 dolar AS per barel saat ini, memang secara jangka pendek baik bagi negara Indonesia, namun secara jangka panjang akan melemahkan ketahanan energi Indonesia jika dikonsumsi secara boros dan tidak efisien.
"Kita kan negara pengimpor minyak, Memang kalau harga turun itu bagus, oke, tapi mungkin kita harus hati-hati juga, kalau minyak turun, harga rendah konsumsi meningkat, tapi konsumsi yang boros dan tidak efisien ini juga meningkat," ujar Benny, Rabu (13/1).
Benny menilai, apabila Indonesia Indonesia terlena dengan harga minyak yang rendah dan tidak diikuti dengan efisiensi dan eksplorasi, maka penurunan cadangan minyak bisa semakin parah.
"Konsumsi naik, ketahanan energi jeblok, akhirnya cadangan minyak kita akan semakin berkurang, hal ini bisa menjadi bahaya yang mengancam," kata dia.
Lebih lanjut, ia menambahkan, bahwa hal ini merupakan peran dan tugas bagi industri migas, dalam arti bagaimana membuat model tata kelola migas yang baik? bagi bangsa Indonesia. Harga minyak yang rendah, sambung dia, akan mendorong konsumsi yang boros sehingga permintaan akan terus meningkat, dalam jangka panjang kesenangan (gap) antara pasokan atau produksi dengan permintaan atau konsumsi akan semakin melebar.