REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat properti Anton Sitorus mengatakan, tidak ada perbedaan signifikan dalam aturan baru terkait kepemilikan properti oleh orang asing. "Secara esensi sama saja dengan yang lama. Peraturan yang sekarang hanya lebih memperjelas dan lebih terinci," kata Anton kepada Republika, Rabu (13/1).
Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia. Peraturan tersebut merupakan revisi dari peraturan sebelumnya yakni PP Nomor 41 Tahun 1996.
Dalam peraturan terbaru, kata Anton, pembelian hunian oleh orang asing masih hanya boleh sebatas hak pakai. Begitu juga dengan pembatasan bahwa yang boleh membeli adalah orang asing yang tinggal atau bekerja di Indonesia.
"Bedanya, sekarang dituliskan dengan jelas bahwa statusya hak pakai. Kalau dulu, hak atas tanah tertentu," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah memang belum bisa membuka secara bebas pembelian rumah atu apartemen oleh orang asing karena masih terbentur dengan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Dalam UU tersebut dijelaskan, orang asing hanya boleh diberikan hak pakai.
"Tapi, kalaupun dibuka lebar (semua orang asing boleh membeli), saya pikir efeknya tidak signifikan juga. Karena ekonomi lagi melambat," kata dia.
Dikatakan Anton, perbedaan dalam aturan baru salah satunya adalah mengatur adanya pengalihan kepemilikan kepada ahli waris. Dan juga orang Indonesia yang menikah dengan orang asing. "Karena itu, saya pikir aturan baru tidak akan ada dampak signifikan bagi bisnis properti," ucapnya.