REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mengingatkan PT Freeport Indonesia untuk melaksanakan kewajibannya menawarkan saham sebesar 10,64 persen kepada pemerintah.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono bahkan menyatakan, PT Freeport Indonesia terancam dinyatakan default apabila Freeport terus saja mangkir dari kewajiban ini. Artinya, operasi Freeport Indonesia di bumi Papua terancam dihentikan sementara.
Padahal, lanjut Bambang, pihaknya telah dua kali mengingatkan Freeport untuk melakukan penawaran saham. Menurut aturan, penawaran saham sudah harus dilakukan sejak 14 Oktober 2015 lalu. Namun hingga kini, Freeport masih belum menawarkan sahamnya dengan dalih "menunggu mekanisme" divestasi dari pemerintah.
"Kalau dia tidak memenuhi kewajiban, kan ada peringatan, peringatan, terus teguran, kemudian default," kata Bambang usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR yang gagal karena Presiden Direktur Freeport urung hadir, Senin (23/11).
Bambang menjelaskan, pelepasan atau divestasi saham merupakan bagian dari kewajiban dari renegosiasi kontrak karya. Meski begitu, Bambang mengakui bahwa di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, tidak diberikan tenggat waktu penawaran saham.
Bambang menyatakan tidak ada tenggat waktu bagi Freeport untuk melakukan divestasi. Meskipun begitu, kata dia, pemerintah meminta agar Freeport segera menyerahkan penawaran saham sebesar 10,64 persen.
Baca juga: Politikus Nasdem: Kewajiban Divestasi Freeport Lebih Rendah dari Newmont