REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelbagai polemik mewarnai wacana perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI). Menurut anggota Komisi VII DPR Kurtubi, semua keputusan substansial terkait perpanjangan kontrak Freeport seharusnya menunggu revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Hal-hal penting itu, sebut Kurtubi, antara lain soal divestasi saham Freeport ke Pemerintah Indonesia dan pembangunan smelter. Namun, lanjut politikus Partai Nasdem ini, polemik lainnya semisal pencatutan nama Presiden dan munculnya surat Menteri ESDM ke pimpinan Freeport, harus diusut tuntas.
Menurut dia, UU Minerba yang lama memuat kelemahan fatal yang akhirnya dapat menjadi pemicu polemik terkait tambang emas terbesar di dunia itu. Bahkan, UU Minerba yang lama jelas-jelas menyalahi konstitusi.
"Kelemahan fatal dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, tidak didefinisikan siapa pemilik bahan tambang di perut bumi oleh UU Minerba. (UUD 1945) Pasal 33 menyatakan, harusnya itu milik negara. UU Migas saja menyatakan, itu di dalam perut bumi milik negara," ucap Kurtubi saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (23/11).