REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak untuk mau buka-bukaan soal kontrak Freeport. Ekonom senior sekaligus mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim mengatakan, polemik Freeport terus saja berlanjut karena selama ini seolah ditutupi. Emil menggunakan istilah, apabila bakteri dan kutu takut akan cahaya matahari, maka koruptor takut akan transparansi.
"Kalau you baca kisah Freeport, kasak kusuk kan di dalam kamar tertutup. Nah saat ini kita tuntut buka pintu. Buka jendela. Kalau jendela dibuka kutu-kutu mati," kata Emil di Jakarta, Selasa (17/11).
Emil menegaskan begitu pentingnya keterbukaan dalam menjalankan kebijakan di sektor energi. Hal ini karena, aliran dana yang keluar maupun masuk sangat besar. Lahan basah seperti ini, kata dia, tentu akan menarik oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Bahkan Emil menilai penting bagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalin kerja sama. (Baca juga: Polemik Freeport Bak Bola Panas, Sudirman Mengaku tak Takut)
"Keterbukaan. Kalau tidak berani terbuka berarti ada sesuatu yang kau simpan. Untuk itu kita perlu kerja sama dengan KPK. KPK tahu banyak. Kita pakai data KPK untuk kontrol di masing masing sektor," ujarnya.
Meskipun oknum koruptor bisa saja berasal dari tubuh pemerintahan sendiri, namun menurutnya data dari KPK bisa jadi acuan diri bagi pemerintah untuk mengontrol anak buah. Mekanisme transparan ini diyakini bisa memberangus koruptor yang masih bercokol di pemerintahan atau di luar.
"Keterbukaan bung yang penting. Jadi soal kontrak Freeport harus terbuka. Ini bukan kekayaan dari pemerintah. Kekayaan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus terbuka. Prinsip transparansi, itu harus jadi prinsip dalam kelola sumber daya alam," ujarnya.
Baca berita lainnya:
Sudirman Said Tanggapi Transkrip Wawancara Freeport
'Polemik Freeport Terjadi karena Praktik Ilegal Dibiarkan Pemerintah'