REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis pasar surat utang atau obligasi Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menilai bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga kepercayaan investor obligasi di dalam negeri.
"Apa yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia saat ini sudah bagus, kadang mereka melakukan intervensi dengan melakukan 'buy back'. Ini merupakan salah satu cara menjaga kepercayaan pasar," ujar Handy di Jakarta, Kamis (15/10).
Dia mengtakan pasar obligasi yang bergejolak itu lebih karena investor asing yang lebih banyak menjual. Pada kuartal IV 2015, lanjut dia, ketersediaan produk obligasi yang tidak telalu tinggi juga akan menyebabkan permintaan akan semakin bagus sehingga dapat menjaga likuiditas di pasar sekunder.
"Kita melihat situasi itu juga merupakan salah satu faktor positif yang sudah di lakukan oleh pemerintah, karena tidak menggelontorkan Surat Utang Negara (SUN) yang besar di ujung tahun ini," katanya.
Ia menambahkan bahwa kepemilikan obligasi di beberapa institusi seperti dana pensiun (dapen) dan asuransi juga semakin bagus karena sebagian porsi kepemilikan obligasinya digunakan untuk diperdagangkan, dengan begitu institusi dapat meraih imbal hasil yang tinggi. "Jadi, porsi obligasi Dapen dan Asuransi selain untuk jangka panjang, sebagiannya ditransaksikan untuk menutupi kebutuhan mereka. Kalau mereka menginginkan imbal hasil yang lebih tinggi, tentu 'trading' menjadi salah satu alternatif investasi," tutur Handy.
Pada 2016, Handy memproyeksikan bahwa pemerintah akan menerbitkan SUN sekitar Rp 30 triliun untuk mendorong pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional serta mendukung RAPBN 2016.
"Pemerintah masih akan melakukan ekspansi, kita melihat potensi penerbitan SUN akan jauh lebih besar dibandingkan tahun 2015. Namun, kedepannya adalah bagaimana cara membuat pasar obligasi kita menjadi lebih likuid," katanya.