REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tepat 14 Oktober seharusnya menjadi jadwal bagi PT Freeport Indonesia untuk menawarkan sahamnya kepada pemerintah. Namun, tampaknya perusahaan yang berbasis di AS ini urung melakukan divestasi saham dalam waktu dekat ini.
VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama menyebutkan, korporasi lebih memilih menunggu adanya revisi PP 77 tahun 2014 dibanding mengambil langkah terlebih dahulu untuk divestasi saham. Alasan penundaan divestasi ini, lanjut Riza, lebih kepada keinginan Freeport atas landasan hukum yang kuat ketika melakukan penawaran saham.
"Belum ada (divestasi). Freeport masih menunggu revisi PP-nya," ujar Riza saat dihubungi, Rabu (14/10).
Sementara untuk mekanisme pelepasan saham nanti, Riza menyebut bahaya Freeport lebih memilih mekanisme IPO atau Initial Public Offering karena mereka nilai lebih akuntabel.
Sekedar informasi, berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, maka Freeport berkewajiban untuk melepas 30 persen sahamnya kepada pemerintah. Alasannya, juga tercantum dalam aturan itu, bahwa Freeport mengoperasikan pertambangan bawah tanah atau Underground Mining.
Kondisi saat ini, Pemerintah baru memiliki 9,36 persen saham Freeport. Dengan demikian masih ada sisa 20,64 persen lagi yang harus dilepaskan. Nah, secara bertahap pada Oktober 2015 ini saham yang dilepas baru sebesar 10,64 persen terlebih dahulu.