REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira mengatakan, paket kebijakan ekonomi jilid III yang dikeluarkan oleh pemerintah belum bisa dirasakan maanfaatnya dalam jangka pendek. Pasalnya, daya beli masyarakat masih rendah.
"Menurut kami, yang terpenting yakni pemerintah pusat dan daerah mampu mendorong percepatan penggunaan dana APBN dan APBD," ujar Anggawira di Jakarta, Kamis (8/10).
Percepatan serapan dana pemerintah ini merupakan salah satu cara paling efektif untuk menggerakkan ekonomi lokal, dan menjadi solusi untuk memperbaiki perlambatan ekonomi dalam jangka pendek. Menurut Anggawira, saat ini serapan APBN dan APBD cenderung masih rendah yakni di bawah 30 persen.
Menurut Anggawira, turunnya harga gas dan listrik di satu sisi memang membantu pelaku usaha. Namun faktor utama yang dirasakan oleh pengusaha adalah penurunan daya beli masyarakat.
Anggawira mengatakan, saat ini apabila pemerintah ingin mengandalkan ekspor cenderung masih sulit karena banyak kendalanya. "Sekarang dolar AS tinggi, sehingga menyebabkan cost produksi juga tinggi apalagi bahan baku industri masih tergantung impor," kata Anggawira.
Anggawira menjelaskan, Hipmi telah memberikan sumbang saran kepada Presiden Joko Widodo dalam mengeluarkan paket kebijakan ekonomi. Menurutnya, ada beberapa saran yang dipertimbangkan oleh pemerintah yakni subsidi bunga KUR yang turun menjadi 12 persen. Namun, hal itu masih belum cukup. Hipmi berharap subsidi bunga KUR bisa turun lagi menjadi 8 persen.
Anggawira mengatakan, subsidi bunga KUR yang rendah bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah. Pasalnya, ekonomi tidak bisa hanya digerakkan di Pulau Jawa dan Sumatra tapi juga melebar sampai seluruh Indonesia. Dengan demikian, dibutuhkan program yang menggerakkan ekonomi dengan menyebarkan kredit di semua level.