REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir sepekan lalu, pemerintah baru saja mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid II. Hingga kini, sudah dua paket kebijakan ekonomi terbit, namun keduanya tidak begitu mendapat respon dari masyarakat.
Menteri Keuangan di era Presiden Soeharto, Fuad Bawazier menilai ada asumsi yang tersirat dari pemerintah dalam paket-paket ini.
"Seolah perekonomian hanya bisa diselamatkan oleh para kapitalis," katanya dalam forum senator untuk rakyat bertema 'Paket Ekonomi Nendang Apa?' pada Ahad (4/10).
Kondisi ekonomi Tanah Air, kata Fuad, sudah terlanjur lesu yang ditengarai berawal dari kebijakan pemerintah Jokowi untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada akhir 2014.
"Ini menghantam konsumsi masyarakat yang merupakan mesin perekonomian kita," ucapnya.
Dengan menaikkan harga BBM pemerintah sama saja bunuh diri. Imbasnya adalah stok pasar tidak laku dan penjualan sepi.
Menurutnya, paket kebijakan ekonomi jilid I maupun II tidak begitu greget. Sebagai contoh, izin usaha dari delapan hari menjadi tiga jam dinilai tidak tidak mengandung substansi apa-apa. Artinya, di kalangan pengusaha, seandainya yang delapan hari tetap dijalankan, tidak akan ada yang mengeluh.
"Ini berarti pemerintah memberi sesuatu yang tidak dibutuhkan. Jangan membuat kebijakan yang membohongi diri sendiri. Itu bukan kebutuhan," ujar Fuad.
Fuad sendiri ragu pada kemampuan atau komitmen pemerintah dalam melaksanakan kebijakan itu sendiri. Apalagi paket tersebut tidak bisa langsung diimplementasikan.
"Lain halnya saat zaman orde baru. Saat paket dikeluarkan, saat itu juga langsung dijalankan," kata dia.