REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai hanya menguntungkan masyarakat kelas menengah ke atas. Tempat karaoke dan diskotik dinilai bukan bagian dari seni.
"Kalau Menteri Keuangan mengatakan ini untuk mengakomodir teman-teman seniman, ini tidak benar," ucap Sekjen FITRA Yenny Soetjipto kepada ROL, Jumat (21/8) malam.
Yang perlu dipahami adalah hiburn semacam itu hanya menyasar masyarakat golongan menengah ke atas, bukan ke bawah.
"Apakah PMK ini pro terhadap masyarakat miskin? Tidak," kata Yenny. Sebab jarang sekali masyarakat tidak mampu menikmati tempat karaoke dan diskotek yang identik dengan hiburan malam.
Ia mengatakan, jika PPN terhadap hiburan menengah ke atas ini ditiadakan, apakah itu menjamin PPN yang berkaitan dengan masyarakat ke bawah (seperti PPN ritel) akan dikurangi.
"Kami tidak menginginkan PPN ini lebih memihak ke menengah atas Jangan-jangan PPN hiburan dihilangkan, tapi PPN untuk menengah ke bawah justru ditingkatkan," ucapnya.
Indikasinya terlihat dari kenaikan harga barang yang mau tidak mau akan berpengaruh pada PPN. Prosentase PPN mungkin tetap, tapi dengan kenaikan harga barang membuat hasil PPN semakin tinggi.
"Kalau mau pro ke rakyat PPN, ppn dikurangi agar masyarakat bisa terkurangi dengan beban ini," kata dia.