REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) dan PT Pupuk Indonesia Holding Company melakukan kerja sama pemanfaatan fasilitas Kredit Investasi BNI sebesar Rp 3,2 triliun. Fasilitas tersebut akan digunakan oleh PT Pertrokimia Gresik, salah satu perusahaan anak Pupuk Indonesia Holding Company, untuk membangun proyek Amoniak dan Urea (Amurea) II di Gresik.
Perjanjian Kredit ditandatangani oleh Direktur Bisnis Banking I BNI Herry Sidharta dan Direktur Utama Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman di Gedung BNI Jalan Jendral Sudirman, Jakarta (28/7).
"Kerja sama ini menunjukkan dukungan dan komitmen BNI terhadap program Pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional, melalui dukungan kepada industri pupuk yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat," jelas Wakil Direktur Utama BNI Suprajarto dalam acara tersebut.
Direktur Utama Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman menambahkan, produksi pertanian yang semakin meningkat berdampak pada permintaan pupuk yang semakin besar. Keadaan itu membuat para produsen pupuk harus berproduksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Menurutnya, proyek Amurea II sangat penting peranannya dalam rencana memenuhi kebutuhan pupuk secara nasional tersebut. Konsumsi pupuk di Indonesia secara total tumbuh rata-rata 2,86 persen per tahun dan sebagian besar konsumsi pupuk adalah jenis Urea dan NPK yang mencapai rata-rata 76 persen dari konsumsi pupuk nasional.
Hidayat menyatakan, penyediaan pupuk berguna untuk mendukung peningkatan produktivitas pangan nasional. Pada tahun 2015, industri pupuk masih memiliki prospek yang cerah. Hal itu terlihat dari rencana program Pemerintah dalam penguatan ketahanan pangan dengan anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 35,7 triliun. Angka tersebut naik dibanding tahun 2013 yang sebesar Rp 15,9 triliun.
Dengan dibangunnya pabrik, lanjutnya, kebutuhan bahan baku untuk memproduksi pupuk NPK sebanyak 2,8 juta ton per tahun dan pupuk ZA sebanyak 750 ribu ton per tahun, akan terpenuhi. "Dengan begitu, ketergantungan pada impor amoniak yang fluktuasi harganya sulit diprediksi, bisa dikurangi. Ini juga sekaligus menghemat devisa negara," ujar Hidayat.