REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, ekspor Indonesia setahun terlahir anjlok sebesar 15 persen. Ekspor Mei terhadap April bahkan turun empat persen. Nilai impor bahkan juga turun. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menyebut, kondisi ini merupakan bukti belum membaiknya permintaan global.
"Belum membaiknya permintaan global dan menurunnya konsumsi domestik menyebabkan industri manufaktur dalam negeri yang bahan baku sebagian dari impor mengurangi produksinya. Yang selanjutnya berdampak pada pengurangan impor bahan baku atau penolong," jelas Rachmat, Selasa (16/6).
Meski demikian, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menegaskan bahwa permintaan impor minyak selama bulan Mei berhasil ditekan sehingga dapat memperbaiki surplus neraca perdagangan.
Selain itu, Rachmat juga membenarkan bahwa total impor selama bulan Mei 2015 mencapai 11,6 miliar dolar AS atau mengalami penurunan 21,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan impor ini, lanjut dia, dipicu oleh rendahnya permintaan impor minyak baik mentah maupun olahannya yang impornya masing masing turun 54,1 persen dan 40,6 persen.
"Permintaan impor minyak dapat ditekan membuat surplus neraca perdagangan bulan Mei 2015 sebesar 955 juta dolar AS. Lebih baik dibanding surplus bulan sebelumnya yang sebesar 477,4 juta dolar AS," ujar Rachmat.
Kinerja ekspor selama Januari hingga Mei 2015, tambah Rachmat, mengkonfirmasi belum membaiknya permintaan global. Rachmat menyebutkan bahwa selama tahun 2015 ini permintaan pasar impor negara negara tujuan ekspor utama Indonesia belum memperlihatkan kondisi yang membaik.
Kementerian Perdagangan mencatat, pasar impor Jepang mengalami penurunan sebesar 20,8 persen selama Januari hingga April 2015. Sementara itu pasar impor Singapura, Cina, dan AS mengalami penurunan masing masing 21,2 persen, 20,9 persen, dan 2,8 persen.
"Jadi bisa dilihat bagaimana pasar yang selama ini menjadi salah satu tujuan ekspor kira sendiri," lanjut Rachmat.