Jumat 01 May 2015 05:22 WIB

Menkeu Sebut Asia Afrika Setujui 'Jakarta Outcome Document'

Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan RI
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memgatakan negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik sepakat untuk memobilisasi sumber daya keuangan untuk pembiayaan pembangunan berkelanjutan seperti penerimaan pajak.

"Negara-negara Asia Pasifik sepakat untuk menghasilkan kesepakatan dalam isu pembiayaan pembangunan berkelanjutan yang disebut Jakarta Outcome Document," katanya dalam konferensi pers tentang Asia-Pacific High-Level Consultation on Financing for Development di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (30/4).

Ia mengatakan Forum Konsultasi Tingkat Tinggi Asia-Pasifik itu membahas isu-isu terkait pembangunan yang berkesinambungan yang mana salah satu rekomendasi yang diperoleh adalah upaya untuk memobilisasi sumber pendanaan melalui penerimaan pajak.

"Yang penting adalah memobilisasi sumber daya keuangannya. Dalam pertemuan ini sepakat bahwa pengumpulan pajak adalah kunci utama bagi berlangsungnya pembangunan berkelanjutan karena penerimaan pajak yang memadai akan menjadi sumber pembiayaan pembangunan," ujarnya.

Ia mengatakan pengoptimalan penerimaan pajak bukan hanya menjadi isu nasional, namun juga global.

"Ini adalah isu global, yang mana yang paling penting kita memobilisasi pajak," tuturnya.

Selain optimalisasi upaya penerimaan pajak, untuk mendorong pembangunan berkesinambungan, katanya, perlu membangun inovasi-inovasi baru dalam pembiayaan pembangunan terutama untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.

Kemudian, negara Asia dan Pasifik akan fokus pada upaya untuk meningkatkan investasi pembangunan manusia termasuk isu gender dan infrastruktur.

Selain pajak, lanjutnya, forum Asia-Pasifik juga membahas skema pembiayaan baik yang bersifat tunjangan, pinjaman bilateral atau multilateral dan instrumen dengan surat berharga negara atau obligasi, sukuk sebagai sumber alternatif untuk pembiayaan infrastruktur.

Konsultasi tingkat tinggi Asia-Pasifik itu juga membahas sektor swasta juga harus dilibatkan dalam membiayai pembangunan berkelanjutan.

"Selain itu yang juga banyak dibahas dalam dua hari ini adalah yang bertanggung jawab untuk pembangunan itu tidak hanya pemerintah semata tetapi sektor swasta juga ikut berpartisipasi," ujarnya.

Konsultasi tingkat tinggi itu menekankan kemitraan antara pemerintahan dengan sektor swasta publik.

"Tentu pemerintah harus bisa menyiapkan infrastruktur yang memadai supaya swasta terlibat dalam pembiayaan pembangunan," katanya.

Ia mengatakan forum konsultasi itu juga membahas tentang perlunya akses terhadap kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah guna mendorong pertumbuhan produktivitas sektor itu.

Bambang mengatakan masalah lain yang juga dibahas mengenai kerja sama regional khususnya untuk pembiayaan bagi negara-negara tertinggal dan isu lingkungan serta iklim.

"Dibahas juga pentingnya pembiayaan khusus untuk perubahan iklim karena tanpa pembiayaan untuk perubahan iklim dikhawatirkan nanti banyak negara Asia-Pasifik mengalami dampak yang signifikan dari perubahan iklim," ujarnya.

Untuk itu, pembiayaan perubahan iklim diperlukan agar tiap negara siap menghadapi risiko iklim termasuk melakukan pembangunan yang ramah lingkungan, rendah emisi karbon, dan konservasi keanekaragaman hayati dan hutan.

Lebih lanjut ia mengatakan Indonesia berharap mendapatkan manfaat yang lebih besar dalam hal pembiayaan untuk pembangunan, baik infrastruktur, sektor sosial, usaha kecil, perkotaan, teknologi, dan pembiayaan iklim.

"Kita berharap dengan forum seperti ini ada kesadaran global bahwa pembiayaan infrastruktur itu adalah hal penting tentunya selain pembiayaan untuk isu-isu pembangunan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement