REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri dana pensiun seperti perkumpulan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) menegaskan sikap bahwa rencana pemberlakuan program Jaminan Pensiun (JP) pada 1 Juli 2015 dengan iuran delapan persen adalah tidak wajar karena pembayaran manfaat pensiun berkala baru terjadi pada 2030.
Menurut Wakil Ketua Umum Perkumpulan DPLK (Asosiasi DPLK Indonesia) Nur Hasan Kurniawan besaran iuran tersebut sangat memberatkan pemberi kerja dan pekerja, ditambah lagi dengan realitas penurunan kondisi ekonomi pasca kenaikan BBM dan gas yang belum stabil termasuk pengaruh penurunan nilai kurs rupiah.
"Kami dari industri dana pensiun menegaskan bahwa rencana penetapan iuran JP sebesar delapan persen jika dipaksakan akan berdampak buruk terhadap dunia usaha, apalagi terhadap industri dana pensiun," ujar Hasan, di Resto Dapoe Aceh Melayu, Sudirman, Jakarta, Senin (20/4).
Ia menambahkan, banyak pendiri DPPK dan pemberi kerja sudah menyatakan akan membubarkan DPPKnya dan menghentikan kepesertaannya pada DPLK jika iuran sebesar itu dipaksakan. Ini akan berdampak negatif bagi perusahaan dan pekerja, serta para pensiunan yang selama ini sudah mendapatkan uang pensiun bulanan di DPPK.
Menurut Hasan, rencana penetapan JP dengan iuran yang besar menjadi kontraproduktif terhadap penciptaan iklim usaha yang sehat. Ia menilai, rencana tersebut memang baik, tapi jika dipaksakan dengan iuran sebesar delapan persen akan sangat berbahaya dan tidak bijaksana bila dilakukan secara tergesa-gesa.
Hasan berharap, pemerintah dan para pembuat kebijakan berpikir ulang dan perlu memperhitungkan kembali besaran tersebut, karena program JP akan terlihat dampaknya di masa depan dan dipandang belum cukup genting untuk diterapkan saat ini.
Ia melanjutkan, rencana penetapan iuran program JP sebesar delapan persen (lima persen dari pemberi kerja dan tiga persen dari pekerja) dapat mematikan iklim usaha yang saat ini sudah berjuang dengan semakin berat, belum lagi tuntutan kenaikan upah yang semakin tidak terkendali.
"Industri dana pensiun merekomendasikan besaran iuran program JP dibawah dua persen dengan peningkatan bertahap agar terjangkau dan fokus untuk memenuhi manfaat pensiun atau tingkat penghasilan pensiun (TPP) dasar saja," sambungnya.
Hasan menerangkan, saat berbicara mengenai besaran manfaat pensiun dasar, seharusnya program jaminan hari tua (JHT) dan pemenuhan uang pesangon sesuai UU No. 13/2003 juga diperhitungkan, bukan hanya membuat kebijakan dengan menambah iuran baru.