REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika, mengatakan bahwa saat ini komitmen dan dukungan sektor perbankan pada pengembangan pertanian semakin melemah.
"Komitmen mereka pada sektor industri padat karya, sektor pertanian khususnya, itu semakin melemah dalam 10 tahun terakhir. Tahun 2000, sebanyak 48 persen kredit bank lari ke sektor industri, pada tahun 2010 anjlok tinggal 18 persen," kata Erani di Jakarta, Ahad (22/3).
Pertanian pun mengalami hal yang serupa, saat ini kredit perbankan untuk sektor tersebut hanya berkisar lima hingga enam persen, atau semakin jauh dari mandat awal yang bertujuan untuk membangun sektor riil, ujarnya menegaskan.
Menurut guru besar ilmu ekonomi kelembagaan Universitas Brawijaya itu, saat ini sektor finansial hanya hidup untuk menghidupi sektor itu sendiri atau dengan kata lain perputaran kredit terjadi dalam bidang tersebut.
"Itu kreditnya hanya diputar saja di situ. Sudah menyumbang lima kali lipat lebih besar dari kredit untuk sektor riil kita," tukas Erani.
Dia berpendapat apabila perbankan tidak memiliki komitmen atau memfungsikan lembaganya sebagai "pelumas" pertumbuhan sektor pertanian, maka jangan harap bidang tersebut dapat berkembang di Indonesia. Untuk itu, ia berharap sektor perbankan agar bisa menyadari bahwa industri dan pertanian merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia, sehingga dapat membantu pihak-pihak tersebut.
Sementara itu, peneliti dari Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) Imaduddin Abdullah menyampaikan hal yang sama, yakni sektor pertanian masih kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
"Selama ini sektor pertanian seperti dianaktirikan. Padahal peranannya dalam PDB (produk domestik bruto) sangat lah besar," kata Imam.
Kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan terhadap PDB mencapai 14 persen, sedangkan pada segi penyerapan tenaga kerja di Indonesia mampu berkontribusi sebesar 35 persen.