Senin 26 Jan 2015 13:28 WIB

Pemerintah Harus Desak Freeport Bangun Smelter di Papua

Rep: Agus Raharjo/ Red: Esthi Maharani
 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah dan PT Freeport Indonesia sudah menperpanjang nota kesepakatan amendemen karya selama enam bulan ke depan. Dalam enam ke depan kedua pihak harus menyelesaikan polin-poin yang sudah disepakati. Salah satunya adalah Freeport harus membangun smelter agar tidak lagi melakukan ekspor dalam bentuk konsentrat.

Anggota DPD dari Provinsi Papua, Carles Simaremare, mengungkapkan selama ini pemerintah tidak melibatkan masyarakat lokal dalam urusan dengan PT Freeport. Padahal Gubernur Papua sudah menegaskan akan mendukung pemerintah pusat. Namun, aspirasi untuk masyarakat Papua masih belum didengar. Pemerintah lebih mendengar masukan dari Freeport dibanding rakyat Papua.

Carles juga menyayangkan Freeport belum menunjukkan komitmennya untuk membangun smelter di Papua. Padahal, menurut dia, aspirasi masyarakat Papua saat ini ingin pembanyunan smelter segera direalisasikan.

"Pemerintah harus mendesak Freeport bangun smelter, karena smelter kebutuhan di sini," kata Carles pada Republika, Senin (26/1).

Menurut dia, smelter akan memberikan kehidupan ekonomi baru bagi masyarakat Papua. Sebab, dengan adanya smelter akan ada lapangan kerja baru, serta menggerakkan sendi ekonomi lain seperti sektor perdagangan. Namun, smelter bukan satu-satunya keinginan masyarakat Papua.

"Kebutuhan lain itu beda lagi, saat ini kebutuhan memang smelter," kata Carles.

Yang pasti, kata Carles, rakyat Papua ingin Freeport ikut membangun kesejahteraan masyarakat. Pasalnya, selama ini Freeport hanya mengambil kekayaan Papua tanpa memberi kesejahteraan di bidang pembangunan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement