Sabtu 20 Dec 2014 15:53 WIB

Akademisi: Penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahap 'Lampu Kuning'

Rep: Yulianingsih/ Red: Yeyen Rostiyani
Suasana pembangunan infrastruktur perkotaan Jakarta. (Dok)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Suasana pembangunan infrastruktur perkotaan Jakarta. (Dok)

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Guru besar ekonomi internasional Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tri Widodo mengatakan, penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai 2015, kini memasuki "lampu kuning". Hal ini lantaran tiga negara utama penggerak ekonomi kawasan di ASEAN mengalami pelemahan signifikan di kwartal III 2014 ini.

"Tiga negara utama penggerak ekonomi ASEAN mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi pada kwartal III dibandingkan kwartal sebelumnya," katanya pada Indonesian Economic Review and Outlook menghadapi MEA 2015 di FEB UGM, Jumat (19/12).

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kwartal III hanya 5,01 persen turun signifikan dari kwartal II yang mencapai 5,12 persen. Malaysia juga mengalami pelemahan menjadi 5,60 persen di kwartal III sementara sebelumnya mencapai 6,40 persen. Sedangkan Filipina melambat signifikan menjadi 5,30 persen di kwartal III setelah sebelumnya 6,40 persen di kwartal II.

Kondisi ini menurut Widodo, penting untuk dijadikan peringatan bagi perekonomian kawasan. Sebab kata dia, memahami kinerja negara ekonomi utama di kawasan ASEAN sangat penting untuk memotret kinerja perekonomian kawasan secara menyeluruh. Karena kata dia, ada hubungan yang positif antara ukuran dari sebuah negara dan dominasi perannya didalam perdagangan intra-kawasan di sebuah kawasan.

"Jadi kemajuan dari kinerja perekonomian kawasan dalam kerangka MEA tidak akan terlepas dari kinerja perekonomian utama kawasan," katanya.

Selain memperhatikan faktor tersebut kata dia, kesiapan kawasan ASEAN menyongsong MEA 2015 juga perlu diimbangi dengan pemahaman bahwa gejolak eksternal juga akan membayangi pertumbuhan sementara di kawasan. Arus perdagangan global yang melesu pasca krisis global 2008-2009 juga masih membayangi, dimana neraca perdagangan yang positif belum dinikmati oleh semua negara kawasan yang berkelanjutan.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement