REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina perlu mempercepat reformasi dan tidak menggantungkan diri hanya pada kebijakan moneter dan fiskal.
"Saya merekomendasikan tidak hanya bergantung pada kebijakan makro, khususnya pada bidang moneter dan fiskal karena itu pernah dilakukan sebelumnya, terutama pasca krisis finasial global. Ini saatnya untuk benar-benar memperdalam dan secepatnya melakukan reformasi," ujar Direktur Pelaksana Sri Mulyani Indrawati di Beijing, Selasa (21/10).
Tanggapan tersebut disampaikan setelah dia ditanya apakah Cina cukup cepat dalam melakukan reformasi mengingat negara tersebut mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi terlemah dalam kuartal ketiga sejak krisis keuangan global pada 2008-2009.
Sri Mulyani mengatakan Cina harus mampu menjaga pertumbuhan tinggi dengan beralih pada faktor pemicu di dalam negeri.
Bank Dunia memperkirakan Cina mengalami pertumbuhan enam persen dalam jangka waktu menengah hingga panjang meskipun negara itu harus menukar permintaan eksternal dan investasi untuk pertumbuhan melalui konsumsi, inovasi dan produktivitas keuntungan.
Sri Mulyani datang ke Beijing untuk memberi sambutan dalam konferensi menteri keuangan Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada Selasa sampai Rabu.
Setelah data kuartal ketiga yang lemah, Cina berisiko kehilangan target pertumbuhan tahunan resmi untuk pertama kalinya dalam 15 tahun. Hal itu menambah kekhawatiran adanya hambatan pada pertumbuhan global.
Pengamat memperkirakan Cina melakukan stimulus lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang, menyusul serangkaian langkah-langkah awal tahun untuk menopang pertumbuhan.