REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia memiliki potensi kekayaan uranium yang tinggi yang bisa dimanfatkan sebagai pasokan energi baru pembangkit listrik. Pasokan energi siap dimanfaatkan untuk menghadapi krisis energi mendatang melalui penciptaan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mencatat potensi uranium diseluruh Indonesia hingga saat ini mencapai 70 ribu ton U3O8 dan thorium sebesar 125 ribu ton Th. Masih perlu perhitungan lebih lanjut memang untuk mengetahui berapa besar tenaga listrik yang dihasilkan dari potensi tersebut.
Berdasarkan data statistik 2013 kapasitas pembangkit listrik Indonesia hanya 47 GWe yang menghasilkan 17 miliar kWh untuk melayani 250 juta penduduk. Dan ditahun 2025 mendatang kebutuhan listrik Indonesia diprediksi meningkat hingga 115 GWe. Sehingga meski energi baru seperti solar, mikro-hidro angin, dan panas bumi dioptimalkan penggunaan energi nuklir tak bisa dihindari.
"PLTN itu punya kelebihan bisa mensuplai energi yang lebih awet dan gas emisi buang yang lebih rendah," katanya disela Training Meeting on Best Practices in the Uranium Production Cycle - From Exploration through to Mining di Jakarta, Selasa (14/10).
Lebih lanjut Djarot mengungkapkan secara teknologi Indonesia sudah siap untuk mengimplemtasikan pembangunan itu. Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain di Asia. Sayangnya pengolahan bahan galian nuklir ini masih terbentur dengan regulasi yang tak mengizinkan Indonesia mengekslpoitasi untuk kebutuhan komersial.
"Secara teknologi kita lebih dulu unggul tapi mulai operasi (PLTN) kita kalah. Indonesia belum ada regulasinya ada semacam alergi terhadap (pengolahan) nuklir," tambahnya.