REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Green Peace melaporkan 40 persen kebun sawit di Indonesia dimiliki oleh petani skala kecil. Mirisnya, tingkat produktifitasnya dua kali lebih rendah dibandingkan kebun
milik perusahaan.
Sementara ekspansi kelapa sawit telah menjadi penyebab terbesar deforestasi Indonesia yang mencapai 150 ribu hektar per tahun antara 2009-2011. Ketimpangan pada jurang pengetahuan, kurangnya dukungan pemerintah dan dapat dilihat dari rendahnya produktifitas kebun sawit mandiri jika dibandingkan kebun milik perusahaan.
Padahal minyak sawit merupakan komoditas global yang menguasai 40% total produksi minyak nabati dunia sepanjang 2012-2013, di mana hampir setengah dari produksi tahun 2012 berasal dari Indonesia. Tingginya permintaan ini jelas menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling rentan terhadap dampak perluasan areal kebun sawit yang mengkonversi kawasan berhutan dan gambut.
Koordinator Solusi Greenpeace Indonesia, Achmad seperti rilis yang diterima Republika mengatakan, trend di pasar global saat ini menunjukkan peluang positif yang bisa dimanfaatkan petani mandiri. Terdapat trend di masyarakat global yang terus menekan sejumlah perusahaan konsumen untuk membebaskan rantai suplai mereka dari jejak deforestasi dan mendorong upaya-upaya keberlanjutan di negara produksi.
Sehingga menjadi kesempatan bagus bagi petani sawit mandiri untuk muncul sebagai aktor untuk melakukan intensifikasi. Serta mempraktikkan pengelolaan kebun yang baik di tengah masih banyaknya produsen lain yang tertinggal dan terus menghancurkan hutan dan gambut.
“Ini adalah pasar potensial bagi petani mandiri sementara bagi perusahaan sawit dan konsumen harus melirik dan membuka hubungan bisnis mereka dengan model kebun seperti ini sebagai nilai tambah bagi pertanggungjawaban produk mereka. Pembangunan ekonomi Indonesia dapat tercapai tanpa perlu merusak hutan yang tersisa,” ujar Achmad, Ahad (31/8).