Jumat 22 Aug 2014 20:10 WIB

Inflasi Banyuwangi Masuk Lima Terendah di Indonesia

Bupati Banyuwangi, Azwar Anas saat bertatap muka dengan petani
Foto: Humas Pemkab Banyuwangi
Bupati Banyuwangi, Azwar Anas saat bertatap muka dengan petani

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Upaya sinergi pemerintah daerah, perbankan, dan pelaku usaha berbagai bidang di Banyuwangi, Jawa Timur, untuk mengelola laju inflasi membuahkan hasil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, inflasi di Banyuwangi pada Juli 2014 sebesar 0,24 persen. Angka itu berada di bawah inflasi Jatim sebesar 0,48 persen dan inflasi nasional 0,93 persen.

Inflasi di Banyuwangi tercatat yang terendah di Jatim dibandingkan dengan kabupaten/kota yang menjadi patokan penentuan indeks harga konsumen (IHK). Pada periode tersebut, inflasi tertinggi di Jatim terjadi di Probolinggo 0,99 persen; disusul Sumenep 0,89 persen; Kediri sebesar 0,73 persen; Madiun sebesar 0,61 persen; Malang sebesar 0,49 persen; Surabaya 0,42 persen; dan Jember sebesar 0,41 persen. "Sebagai catatan, inflasi di Banyuwangi sebesar 0,24 persen tidak saja terendah se-Jatim, tetapi juga termasuk ke dalam lima kota/kabupaten yang inflasinya terendah se-Indonesia," ujar Kepala BPS Jatim M Sairi Hasbulllah dalam penjelasan resminya.

Adapun laju inflasi Banyuwangi tahun kalender (Januari 2014-Juli 2014) mencapai 2,24 persen, lebih rendah dibanding inflasi tahun kalender Jatim sebesar 2,66 persen dan nasional 2,94 persen.

Inflasi yang rendah tersebut menunjukkan kenaikan harga barang di Banyuwangi sangat kecil, yang dengan sendirinya merepresentasikan pengelolaan harga yang baik dari hasil sinergi pemerintah daerah, perbankan, BUMN, dan dunia usaha swasta yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, laju inflasi yang relatif rendah tersebut terjadi berkat koordinasi yang baik di TPID. Pemkab Banyuwangi juga menjalin sinergi dengan BPS untuk menyajikan data secara lebih cepat, yaitu tiap triwulan bahkan sebulan sekali. "Kami ingin dapat masukan lebih cepat untuk membuat kebijakan atas masalah yang ada. Sehingga misalnya saat ada sumber-sumber inflasi yang terdeteksi bermasalah, biar bisa segera diredam," papar Anas dalam siaran persnya kepada ROL, Jumat (22/8).

Sejumlah langkah pengendalian inflasi yang dilakukan di Banyuwangi antara lain mendorong diversifikasi pangan, memutus informasi yang tak simetris terkait level harga, perbaikan infrastruktur sebagai jalur distribusi, hingga melakukan operasi pasr.

Soal diversifikasi pangan, misalnya, Banyuwangi membuat Gerakan 10.000 Kolam Pekarangan. Warga didorong memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk dibuat semacam kolam kecil. Pemkab Banyuwangi memfasilitasi benih dan fasilitas lain seperti terpal. Hingga saat ini, sudah ada 9.800 kolam di rumah-rumah warga. "Jadi konsumsi ikan sebagai pengganti daging sapi yang harganya kerap berfluktuasi. Warga juga bisa menjual ikannya saat dipanen. Jadi satu sisi bisa hemat pengeluaran keluarga, di sisi lain juga bisa meningkatkan pendapatan keluarga," beber Anas.

Program 10 ribu Kolam Pekarangan tersebut juga ikut mendongkrak produksi perikanan budidaya di Banyuwangi, dari 21.760 ton pada 2012 menjadi 22.748 ton pada 2013.

Adapun untuk komoditas pangan seperti beras, Banyuwangi mengelola stok sehingga tidak terjadi lonjakan harga saat permintaan meningkat seperti saat Lebaran. Setiap tahun Banyuwangi mempunyai surplus beras sekitar 250.000 ton yang dikirim ke berbagai daerah. Berkat pengembangan varietas, produktivitas padi di Banyuwangi melampaui produktivitas nasional. Produktivitas padi Banyuwangi 6,5 ton per hektare, secara nasional produktivitas sekitar 5,5 ton per hektare.

Anas menambahkan, inflasi bukan hanya terkait pengelolaan jumlah uang beredar atau wilayah kebijakan moneter, tapi juga berkaitan erat dengan masalah-masalah kebijakan pemerintah atau wilayah kebijakan fiskal. "Contohnya, inflasi terkait erat dengan kualitas infrastruktur. Jika infrastruktur tak mendukung, biaya distribusi melonjak. Karena itu, kami membangun 300 kilometer jalan tiap tahun. Ke depan terus ditingkatkan karena wilayah Banyuwangi sangat luas dan masih ada yang infrastrukturnya belum memadai," papar Anas.

Dengan mengelola dan mengendalikan laju inflasi, lanjut Anas, daya beli warga akan terjaga. Sehingga, konsumsi bisa terus tumbuh. "Selain investasi baru dan mendorong aktivitas ekspor, konsumsi penting untuk menggerakkan ekonomi," tutur Anas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement