REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mengeluarkan Indonesia dari krisis energi, Indonesia harus memiliki politik energi yang kuat. "Harus jelas arah politik energinya," kata Dewan Energi Nasional Herman Agustiawan dalam Bincang Bisnis Republika, Rabu (25/6), di Jakarta. Indonesia saat ini belum memiliki politik energi yang terbentuk dalam kebijakan dan dokumen ketahanan energi yang kuat. Sehingga arah dari kebijakan energi saat ini belum jelas.
Herman mengatakan, kebijakan energi yang tersusun saat ini masih belum mencapai titik puas. Terlalu banyak tarik menarik kepentingan pribadi di dalamnya, termasuk kepentingan politik. Politik energi itu harusnya diterangkan hingga ke titik regulasi. Semuanya harus tertuang dalam dokumen ketahanan energi. Semua dimaksud dengan indikator harga, pembangkit, dan semua yang terkait harus diberi bobot nilai. Indonesia harus memiliki semua indikator tersebut secara jelas.
Saat ini saja kilang minyak di dalam negeri masih kurang. Jumlahnya masih sangat sedikit dengan yang ada di Singapura. Dari segi kapasitas, kilang yang ada di dalam negeri masih kalah jauh dengan Singapura. Itu sudah menjadi hal minus bagi Indonesia yang negaranya jauh lebih besar dari Singapura. Dokumen ketahanan energi harus dibuat oleh pemimpin negara tertinggi dengan kuat. Siapa saja presidennya atau dalam masa pergantian, isi dokumen tidak boleh dirubah. Sehingga akan tercipta satu ketahanan energi yang kuat untuk negara.
Ketua Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia (Aspermigas) Effendi Siradjuddin juga mengemukakan hal yang sama. Keamanan nasional, termasuk politik energi, harus kuat demi keamanan nasional. "Harusnya semua produksi yang dibutuhkan di dalam negeri dibangun dan dibuat di dalam negeri juga," kata Effendi. Dalam hal eksplorasi, pemerintah harus mengeluarkan insentif. Jangan menyerahkan seluruhnya pada pihak asing. Pemerintah harus berani mengambil langkah dalam menyelamatkan energi dalam negeri.
Pertamina Indonesia menjadi contoh bagi Petronas Malaysia. Namun saat ini produksi pertamina menurun setiap tahunnya. Pertamina tak bisa mengeksplorasi karena sudah diserahkan pada pihak asing. Akibatnya, pertamina tak bisa maju karena selalu diganggu dari banyak sisi. Sementara 70 persen konsumsi Indonesia paling banyak dari transportasi. Tetapi pemerintah terus mendukung industri otomotif berkembang. Harusnya, pemerintah bisa mengambil kebijakan memroduksi kendaraan listrik berbahan bakar gas untuk industri ke depan dalam menekan konsumsi bahan bakar minyak.