REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga elpiji 12 kg oleh Pertamina menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ketua Center for Energy And Strategic Resources Indonesia (Cesri) Prima Mulyasari mengatakan, kenaikan ini sudah tepat untuk memperkuat bisnis Pertamina.
Apalagi, kata dia, elpiji 12 kg bukan termasuk yang disubsidi pemerintah, berbeda dengan yang 3 kg. "Pemerintah melalui Pertamina telah menyediakan elpiji 3kg bersubsidi sebagai konsekuensi konversi minyak," kata Prima, Rabu (1/1).
Sejak Oktober 2009, jelas dia, harga elpiji 12 kg tidak pernah naik lagi. Pada waktu bersamaan, ada kenaikan tarif dasar listrik sehingga Pertamina mengikuti saran pemerintah untuk tidak menarikkan harga elpiji.
Pertamina sebagai entitas bisnis dan pelayan masyarakat di bidang migas, menurut Prima, juga harus memiliki profitabilitas. Kerugian Pertamina akibat tidak ada kenaikan elpiji 12 kg mencapai Rp 22 triliun.
Tren kenaikan ini, kata Prima, terus meningkat selama lima tahun terakhir. Padahal, dana sebesar itu bisa dijadikan modal ekspansi usaha untuk menguasai blok-blok migas yang saat ini banyak dikuasai asing. "Pertamina juga bisa melebarkan sayap bisnisnya ke luar negeri," kata Prima.