Senin 23 Dec 2013 17:47 WIB

Revisi DNI Harus Dilakukan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Investasi (ilustrasi)
Foto: Reuters/Leonhard Foeger
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (daftar negatif investasi/DNI) harus dilakukan. 

Menurut Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam, dalam draft awalnya, terdapat sektor-sektor yang telah diliberalkan kepada asing. "Harusnya kita punya standing position bahwa industri-industri atau bidang-bidang usaha yang strategis dan memengaruhi posisi sosial, politik dan ekonomi juga bagi kita, ya itu harusnya tak diliberalkan 100 persen pada asing," ujar Latif usai memberikan paparan dalam Refleksi Akhir Tahun Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI 2013 di Gedung Widya Graha LIPI, Senin (23/12).

Latif mengambil sampel bidang usaha seperti pelabuhan dan bandara. "Itu menurut saya sangat penting untuk memiliki pelabuhan dan bandara yang benar-benar kita mampu kontrol. Kalau sudah diliberalkan ke asing kan sulit untuk kita kontrol," kata Latif. 

Pemerintah berupaya agar revisi DNI dapat rampung akhir tahun ini. Salah satu alasan dibalik revisi DNI adalah mendorong investasi di dalam negeri sekaligus memperbaiki defisit neraca pembayaran.Tujuan lainnya adalah agar pengelolaan beberapa bidang usaha seperti bandara oleh asing, menjadi lebih baik.

Saat ditanya korelasi antara terbukanya bidang usaha asing dan semakin baiknya pengelolaan bandara, Latif mencontohkan keberadaan PT Pertamina (Persero) pemain tunggal di bisnis SPBU beberapa waktu lalu. "Tapi masuknya Shell, Total, mampu tingkatkan efisiensi Pertamina. Jadi, memang pada tingkatan-tingkatan tertentu keterlibatan asing itu perlu," kata Latif.

"Tapi, perlu ada seleksi dan defisini apa industri strategis atau tidak.  Itu yang lebih penting," tambah Latif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement