REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Para petani tebu rakyat di Kabupaten Semarang masih mengeluhkan tingginya biaya tebang manual. Alasannya ongkos tebang ini menyerap hampir 25 persen dari nominal harga tebu rakyat.
“Ongkos tebang manual yang tinggi, masih membebani para petani tebu rakyat,” ungkap Mardiyanto (58), petani tebu rakyat asal Kecamatan Beringin, Kabupaten Semarang, Senin (23/9).
Saat ini, jelas Marduyanto, harga jual panen tebu rakyat mencapai Rp 445 ribu per 1 ton tebu. Sementara ongkos tebang manual harian mencapai Rp 60 ribu per hari (harian) dan Rp 120 ribu per 1 ton tebu untuk borongan. Ongkos tebang ini sangat memberatkan para petani tebu rakyat.
Ia juga mengungkapkan keberadaan ongkos tebang harian petani jelas rugi. Yang banyak dipilih petani saat ini adalah tebang manual borongan dengan ongkos Rp 120 ribu per satu ton tebu.
Sebab selain ongkos tebang, petani juga menanggung komponen lain berupa biaya angkut tebu. Biaya angkutan ini mencapai Rp 100 ribu per ton. Artinya, dari harga Rp 445 ribu per ton, petani hanya kebagian Rp 225 ribu kotor.
“Karena selama masa tanam tebu, petani juga membutuhkan biaya tanam, biaya perawatan dan pemupukan,” tambah Mardiyanto yang dikonfirmasi per telepon.
Ia juga mengungkapkan, saat ini persoalan yang dihadapi petani tebu rakyat juga masih berkutat pada rendahnya rendemen. Jika rendemen bagus –berkisar 7—petani akan merasakan harga tebu yang bagus pula.
Masalahnya, rendemen tebu rakyat di wilayah kabupaten Semarang saat ini hanya berkisar 6,5 dan 6,7. “Saat ini hasil petani tebu rakyat di kabupaten Semarang sangat minim,” tambahnya.