Senin 16 Sep 2013 15:52 WIB

Kadin: Relaksasi Ekspor Minerba Kurang Peroleh Apresiasi Dunia Usaha

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Salah satu lokasi pertambangan emas di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.
Foto: Antara/Muhamad Nasrun
Salah satu lokasi pertambangan emas di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam memberikan relaksasi dengan menggenjot ekspor mineral dan batu bara (minerba) sebagai stimulus mempercepat pergerakan ekonomi nasional kurang mendapatkan apresiasi positif dari kalangan dunia usaha.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang pemberdayaan daerah Natsir Mansyur mengatakan, seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan jalan pintas melalui relaksasi menggenjot ekspor karena langkah itu dinilai kurang tepat baik untuk jangka pendek maupun panjang. “Kami pihak swasta  memahami kesulitan pemerintah khususnya berkaitan dengan moneter. Hanya saja jalan pintas menggenjot ekspor bahan mentah minerba itu kurang tepat dilakukan,” kata Natsir dalam kererangan tertulis yang diterima ROL, Senin (16/9).

Menurutnya, pelaksanaan  terhadap undang-undang (UU) no 4/2009 harus bisa dengan jelas dilaksanakan. Disamping itu, Instruksi Presiden (Inpres) No 3/2013 serta turunan peraturan menteri (Permen) Kementrian ESDM, Perindustrian, Keuangan maupun lembaga lainnya banyak yang perlu dibenahi, dan mendapat perhatian.

“Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia yang justru membuat UU No 4/2009 tentang minerba, namun pemerintah sendiri yang akan mengacak-acak UU yang mereka buat.  Ini kan ironis,” ucapnya.

Program hilirisasi minerba, kata Natsir, sarat dengan kepentingan nasional. Artinya, hilirisasi minerba sangat  strategis bagi kepentingan negara dan bangsa Indonesia. Selama ini, dia menambahkan, Indonesia ketinggalan industri pionernya (hulu) sehingga industri hilirnya tidak sehat karena bahan bakunya terus impor.

Natsir yakin bahwa pemerintah memahami masalah ini. “Akan tetapi, pemerintah sendiri yang justru mengacak-acak masalah tersebut,” tuturnya.

Natsir mengatakan, Indonesia sedikitnya memerlukan lima industri pengolahan sebagai industri pioner, anatar alain industri tembaga, aluminium, nikel, besi, emas, agar industri hilir ke depan tidak lagi mengimpor bahan baku yang selama ini dikeluhkan oleh pemerintah dan swasta. “Masih banyak cara lain untuk keluar dari masalah moneter, dengan tidak mengacak kebijakan hilirisasi minerba yang saat ini berjalan. Asalkan kementrian ESDM, Perindustrian mau membicarakannya kepada pihak swasta, Kadin bersama asosiasinya yang berada dibawah naungan Kadin,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement