Rabu 29 May 2013 16:07 WIB

Genjot Produksi, Pengusaha Rumput Laut Lirik Lahan Daerah Tertinggal

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Budidaya rumput laut (ilustrasi)
Foto: alibaba.com
Budidaya rumput laut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha rumput laut melirik lahan di daerah tertinggal guna menggenjot target produksi nasional. Kawasan yang dibidik yaitu daerah Indonesia timur salah satunya Maluku. "Jika digarap serius, tambahan produksi bisa mencapai 100 ribu ton," ujar Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) Safari Azis, Rabu (29/5).

Namun target tersebut diperkirakan baru bisa digenapi sekitar 20 tahun lagi. Saat ini pengusaha bersama Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah berupaya membenahi mutu rumput laut produksi dalam negri. Di awal tahun, pemerintah bahkan optimis merencanakan target produksi nasional sebesar 7,5 juta ton rumput laut untuk kebutuhan konsumsi dan industri dunia.

Posisi Indonesia sekarang  merupakan salah satu negara pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Rumput laut produksi Indonesia mengisi pasar global, antara lain Filipina, Thailand dan Vietnam. Sebanyak 80 persen produksi diserap pasar internasional, sisanya pasar dalam negri. Permintaan ekspor rumput laut konsumsi mencapai 160 ribu ton setiap tahun.

Meski produksi mencukupi, pasar domestik belum terbuka lebar. Salah satu indikasinya yaitu produk olahan rumput laut masih didominasi impor, seperti nori alias rumput laut pelengkap panganan sushi. Padahal permintaan rumput laut olahan hotel, rekening dan restoran dalam negri cukup banyak. "Kita memang tidak bisa bikin, karena jenis rumput lautnya khusus dan teknologi pengolahannya masih tertinggal," ujar Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, Saut Hutagalung kepada ROL.

Saat ini pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia hanya 24 pabrik. Tahun ini ada penambahan dua pabrik rumput laut di  Bogor dan Surabaya. Untuk memenuhi kebutuhan industri, Indonesia masih mengimpor sebanyak 700 ton rumput laut olahan setiap tahun. Impor ini berbentuk Alkali Treated Carrageenan (ATC), Semi Refine Carrageenan (SRC) dan Refine Carrageenan (RC).

Karakter rumput laut membuat komoditas ini tidak bisa dibudidayakan di sembarang tempat. Dibutuhkan kawasan yang mengandung banyak air bersih untuk pencucian rumput laut ketika memasuki proses pengolahan. Sementara tidak semua daerah sentra rumput laut memiliki fasilitas air bersih yang mencukupi. Budidaya rumput laut selama ini dilakukan di Sulawesi dan Pulau Jawa.

Anggota DPR Komisi IV, Ma'mur Hasanudin berharap rumput laut Indonesia mampu menjadi tuan rumah di pasar dalam negri. Pemerintah dengan industri harus berupaya agar produk olahan domestik bisa bersaing dengan produk impor yang antara lain berasal dari Korea dan Thailand. Produk olahan tersebut menurutnya mulai banyak terlihat di waralaba dan sebagian tidak diberi label halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement