Kamis 14 Mar 2013 14:09 WIB

Bank Asing Enggan Berbadan Hukum Indonesia

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Bank Asing - ilustrasi
Bank Asing - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Bank Asing Indonesia (FBAI) meminta DPR Komisi XI untuk meninjau ulang kewajiban bank asing untuk berbadan hukum Indonesia alias berbentuk Perusahaan Terbatas (PT). FBAI meminta agar DPR mempertahankan status Kantor Cabang Bank Asing (KCBA).

Hal ini ke depannya akan dimasukkan ke dalam materi RUU Perbankan. "Kami meminta kepada DPR untuk mempertahankan status KCBA berdasarkan pertimbangan good coorporate governance (GCG)," kata Ketua FBAI, Joseph Abraham dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Rabu (13/3) malam. Setidaknya ada dua kendala jika KCBA tetap harus diubah menjadi PT.

Pertama, perusahaan bank asing di Indonesia akan kesulitan menyediakan likuiditas. Selama ini, bank asing mendapat suntikan likuiditas dari bank induknya yang berbasis di luar negeri. Jika berbentuk PT, maka likuiditas menjadi semakin ketat sebab sudah berbadan hukum Indonesia.

Kedua, bank asing akan mengeluarkan biaya dana atau cost of fund dalam jumlah yang sangat besar. Akibatnya, suku bunga bank asing bisa menjadi kian tinggi karena perusahaan mengandalkan dan mencari pendanaan sendiri.

Managing Director & Senior Country Officer Indonesia JP Morgan Haryanto T Budiman mengatakan pihaknya bersedia menjami jika suatu hari terjadi situasi buruk pada induk bank asing yang beroperasi di Indonesia di luar negeri, maka KCBA di Indonesia tak akan melarikan asetnya dari Indonesia. "Pasalnya BI kan sudah mewajibkan aturan pemeliharaan atau atau Capital Equivalence Maintained Assets (CEMA) bagi KCBA," katanya dalam kesempatan sama.

Aturan CEMA menyebutkan KCBA harus menyediakan aset setara modal minimal delapan persen dari total kewajibannya. Jadi, dengan adanya aturan CEMA ini, KCBA tak bisa tiba-tiba menarik dananya dari Indonesia.

Kewajiban bank asing berbadan hukum Indonesia ini juga menyebabkan dampak negatif lain bagi bank-bank Indonesia yang berada di luar negeri. Haryanto mengatakan regulator di luar negeri juga bisa menerapkan aturan resiprokal yang sama bagi bank Indonesia yang beroperasi di luar negeri.

Kantor cabang bank Indonesia di luar negeri bisa jadi diwajibkan menjadi perusahaan subsidiary di tempat mereka mendirikan kantor bank. Ini tentu saja akan menghambat pertumbuhan industri perbankan. Sebab, negara-neagra di luar negeri sedang mengalami krisis sehingga bank sentralnya akan semakin memperketat pengaturan perbankan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement