Jumat 01 Feb 2013 15:33 WIB

Cegah Spekulan Rupiah, BI Gandeng Singapura dan Malaysia

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Nidia Zuraya
Rupiah
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) secara intensif mengomunikasikan perihal praktik spekulasi rupiah di Singapura. Komunikasi itu dilakukan langsung kepada sejumlah otoritas perbankan di Asia Tenggara.

Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan komunikasi terutama dilakukan dengan Singapura dan Malaysia. "Diskusi kami jalan terus. Kami ingin tahu apa yang sedang terjadi dan bagaimana cara memitigasi dampak negatif dari masalah transaksi nondeliverable forwards (NDF) tersebut dengan Singapura dan Malaysia," kata Halim dijumpai di Jakarta, Jumat (1/2).

Tak hanya itu, BI juga melakukan pemeriksaan ke sejumlah bank di Indonesia. Namun, Halim menolak menyebutkan bank mana saja yang diperiksa. "Seluruh bank yang punya keterkaitan dengan BI ya pasti kami teliti," ujar Halim.

Kasus spekulasi melalui NDF ini sudah terjadi sejak 2012. Namun, penemuan praktik NDF dan kuotasi harga rupiah yang ditemukan tersebut kasusnya ada di Singapura. Jadi, pelanggaran itu bukan berada di Indonesia. Sehingga, kata Halim, memang kewajiban otoritas setempat untuk meneliti jika hal tersebut mengakibatkan kerugian di sana.

Halim juga menegaskan masalah ini tak ada kaitannya dengan Rupiah di dalam negeri. NDF adalah permainan menggunakan rupiah, namun transaksinya tidak diselesaikan dengan rupiah, melainkan dolar AS. Kasus spekulasi melalui NDF bisa saja terjadi di Singapura, London, Hong Kong, hingga Amerika Serikat. Dalam kondisi tersebut, BI tak punya hak untuk melarang NDF di negara bersangkutan.

Menurut Halim, NDF adalah transaksi spekulasi yang mengatur pergerakan dua mata uang. Misalnya dolar AS dengan rupiah, dolar AS dengan ringgit Malaysia, atau dolar AS dengan dong Vietnam.

Halim mengatakan pasar uang di Indonesia tak seluas Malaysia dan tak seluas Singapura. Di Indonesia, praktik NDF tidak berlaku karena semua transaksi digunakan dalam Rupiah.

"Di Indonesia tak ada underlying-nya. Sehingga, dari sisi ketentuan BI, itu tak diperkenankan," kata Halim. Konsekuensinya, jika ada bank-bank di dalam negeri yang melakukan praktik serupa, artinya itu melanggar ketentuan BI dan bisa dikenai sanksi hukum.

Praktik spekulasi rupiah di Singapura menjadi yang tertinggi di antara pasar negara berkembang. Tim penyidik internal Singapura menduga ada 18 bank dan asosiasi keuangan yang melakukan praktik ini terhadap Rupiah.

Berikutnya, tim juga menemukan 15 bank dan asosiasi melakukan praktik spekulasi terhadap ringgit Malaysia, dan 12 bank dan asosiasi untuk dong Vietnam. Dilansir dari Reuters, omset harian transaksi keuangan dalam bentuk rupiah di Singapura berkisar 700 juta dolar Singapura hingga 1,3 miliar Singapura dan termasuk yang terbesar di Negeri Singa.

Bank Sentral Malaysia langsung mengambil langkah cepat dengan memerintahkan bank-bank di negaranya untuk menggunakan acuan kurs mata uang dari Asosiasi Valas Malaysia. Khususnya untuk kontrak-kontrak kerja dalam bentuk ringgit.

Artinya, pelaku pasar di Malaysia dilarang menggunakan acuan kurs mata uang atau fixing dari Singapura yang biasa digunakan dalam transaksi harga NDF di pasar luar negeri. Dilansir dari Reuters, Jumat (1/2), banyak trader di Malaysia yang terbiasa menggunakan kurs acuan dari Singapura yang dikelola Asosiasi Bank Singapura (ABS).

"Bank Malaysia yang berlisensi harus memastikan penggunaan fixing ringgit Malaysia sebagai referensi harga valuta asing yang melibatkan ringgit. Tak ada fixing lainnya yang boleh digunakan selain ringgit," demikian bunyi imbauan Bank Sentral Malaysia.

Direktur Institut Manajemen Risiko dari Universitas Nasional Singapura, Jin Chuan Duan, mengatakan terlepas dari penemuan tim penyidik Singapura, pasar perbankan di Malaysia kemungkinan akan mengurangi likuiditasnya untuk menemukan alternatif terbaik dalam kasus di Singapura.

"Jika tujuan mereka hanya untuk mendapatkan tingkat kurs mata uang yang lebih akurat, saya kurang yakin Malaysia bisa mengganti acuan kurs Singapura," kata Jin.

Bahkan, meskipun Malaysia memastikan bahwa patokan kurs mereka tak bisa dimanipulasi, pertanyaan  berikutnya adalah apakah pasar uang Malaysia cukup berkomitmen untuk menampilkan kurs yang sebenarnya? "Saya pikir, Malaysia tak bisa menggantikan Singapura dalam hal itu," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement