REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas level 6-6,2 persen meskipun pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 2,6 persen pada 2013.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di kisaran Rp 9.600.
Namun agar pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stabil di angka 6 persen, perlu ada fokus pengkajian pada subsidi dan reformasi struktural.
Head of Global Market HSBC Indonesia, Ali Setiawan, mengungkapkan banyak hal yang dapat membuat nilai tukar rupiah fluktuatif, salah satunya adalah harga bahan bakar minyak (BBM). Konsumsi dan kebutuhan yang semakin bertumbuh akan menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah.
"Belum lagi kalau ada kenaikan harga minyak," kata Ali di Jakarta, Kamis (6/12).
Selain itu ekspor juga memberi pengaruh pada nilai tukar rupiah. Ali mengatakan bila ekspor belum juga mengalami perbaikan, maka rupiah akan sulit menguat. Perlambatan ekspor ini akan berpengaruh pada peningkatan permintaan valuta asing.
Untungnya dalam beberapa bulan terakhir ekspor terus membaik. Oleh karena itu ia memprediksi nilai tukar rupiah tahun depan bisa di kisaran Rp 9.600. Di akhir tahun ia meyakini nilai tukar rupiah akan mencapai Rp 9.800.
Pergerakan rupiah ini akan menjadi salah satu perhatian utama investor untuk berinvestasi di indonesia. Selain melihat fundamentalisme nilai tukar rupiah, investor juga melihat adanya perbaikan infrastruktur dan iklim investasi yang kondusif. Hal ini akan menjaring lebih banyak investasi di Indonesia.
"Investasi merupakan penggerak ekonomi di masa depan," kata Ali.