REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan 16 poin menuju level Rp 16.303 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (23/7/2025). Pengamat menilai, penguatan Mata Uang Garuda diantaranya terjadi karena survei perbankan Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan pertumbuhan positif pada penyaluran kredit baru.
BI diketahui merilis hasil survei perbankan pada sepanjang kuartal II 2025 yang mengindikasikan penyaluran kredit baru pada periode tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada kuartal I 2025. Meski lebih rendah dibandingkan kuartal yang sama pada tahun 2024.
Pertumbuhan yang positif tercermin dari nilai saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru kuartal II 2025 sebesar 85,22 persen, lebih tinggi dibandingkan angka pada kuartal I 2025 sebesar 55,07 persen. Namun, tercatat lebih rendah dibandingkan SBT pada kuartal II 2024 yang sebesar 89,11 persen.
“Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan penyaluran kredit baru pada kuartal II 2025 lebih lambat secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan kuartal II 2024. Akan tetapi diperkirakan masih akan lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya,” kata Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya, Rabu (23/7/2025).
Pertumbuhan permintaan kredit baru pada kuartal II 2025 didorong oleh kredit modal kerja dan kredit investasi. BI memperkirakan penyaluran kredit baru pada kuartal III tetap tumbuh dengan SBT perkiraan penyaluran kredit baru sebesar 81,71 persen.
Standar penyaluran kredit pada kuartal II 2025 diindikasikan lebih berhati-hati dibandingkan kuartal I 2025, tecermin dari Indeks Lending Standard (ILS) yang positif sebesar 0,08. Kebijakan penyaluran kredit yang lebih berhati-hati antara lain terdapat pada aspek plafon kredit, premi kredit berisiko, agunan, dan persyaratan administrasi. Pada kuartal III 2025, standar penyaluran kredit diperkirakan relatif sama dibandingkan dengan kuartal sebelumnya dengan ILS sebesar 0,02.
Hasil survei BI menunjukkan, responden memperkirakan outstanding kredit sampai dengan akhir tahun 2025 tetap tumbuh. Kondisi tersebut antara lain ditopang oleh prospek kondisi ekonomi dan moneter yang tetap baik serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.
Sentimen Eksternal
Ibrahim melanjutkan, sentimen eksternal yang memengaruhi pergerakan rupiah pada hari ini masih dikarenakan ketidakpastian kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan perpolitikan yang meliputinya. Selain itu juga ketidakpastian arah kebijakan Bank Sentral AS The Federal Reserve.
“Presiden Trump mengumumkan pada hari Selasa bahwa Washington dan Tokyo telah mencapai kesepakatan perdagangan yang luas, termasuk tarif 15% untuk semua barang impor Jepang, turun dari usulan sebelumnya sebesar 25 persen,” ujarnya.
AS mengamankan investasi besar-besaran dari Jepang senilai 550 miliar dolar AS dalam perekonomian AS melalui kesepakatan tersebut. Perjanjian itu membuka pasar Jepang untuk ekspor AS, termasuk otomotif, produk pertanian, dan produk energi.
Sementara itu, surat kabar Mainichi melaporkan, Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba berencana untuk secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya pada akhir Agustus. Keputusan ini muncul di tengah meningkatnya kritik internal setelah koalisi yang berkuasa, Partai Demokrat Liberal, mengalami kekalahan dalam pemilihan majelis tinggi akhir pekan lalu.
“Kemudian, perundingan dagang antara Uni Eropa dan AS tampaknya terhenti, menyusul potensi penerapan tarif 30 persen oleh Gedung Putih atas barang-barang Uni Eropa. Sementara Uni Eropa sedang mempersiapkan paket pembalasan jika kesepakatan tidak tercapai sebelum batas waktu 1 Agustus,” terangnya.
Ibrahim menambahkan, pasar juga diliputi kekhawatiran mengenai arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve ke depan. Hal itu tidak terlepas dari masalah independensi pejabat The Fed.
“Kekhawatiran baru tentang independensi The Fed yang menambah keresahan pasar. Independensi The Fed dari pengaruh politik merupakan pilar utama kredibilitas bank sentral. Ketika independensi tersebut dipertanyakan, investor khawatir bahwa kebijakan moneter dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor selain pertimbangan yang berbasis data, yang melemahkan kepercayaan terhadap Dolar AS,” jelasnya.
Berdasarkan analisis Ibrahim, melihat berbagai sentimen baik sentimen eksternal maupun internal, ia memprediksi rupiah akan melanjutkan penguatan pada perdagangan berikutnya.
“(Diprediksi) untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.250-Rp 16.300 per dolar AS,” tutupnya.