REPUBLIKA.CO.ID, PADALARANG- Pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi Maret mendatang diperkirakan dapat menyumbang inflasi HIK 0,7 persen. Menurut Ketua Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Endy Dwi Tjahyono, hal ini terutama disumbang dari inflasi harga barang yang ditetapkan melalui kebijakan fiskal pemerintah.
''Misal inflasi inti sebesar lima persen, ia akan jadi 5,7 persen,'' katanya pada sejumlah wartawan pada workshop wartawan, Sabtu (19/2). Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan gabungan dari tiga jenis inflasi, yakni inflasi inti (core inflation), inflasi administered prices dan inflasi volatille food (terkait pasokan dan distribusi kebutuhan).
Kewenangan BI hanya pada pengaturan inflasi inti. Jika inflasi inti tinggi, maka BI akan menurunkan suku bunga (BI rate). Namun, jika inflasi inti rendah, BI akan menaikkan suku bunga.
Februari ini, BI menaikkan suku bunga hingga 25 basis poin (bps) hingga 6,75 persen. Endy mengaku, kemungkinan di kenaikan suku bunga masih akan dilakukan, jika inflasi tetap tinggi.
''Tahun ini akan naik step by step. Kita lihat respon masyarakat, apakah ekspektasi inflasi turun atau naik,'' ujarnya. Menurutnya jika ekspektasi turun, pihaknya akan menaikkan lagi suku bunga.
Sementara itu, menanggapi wacana sejumlah pihak agar BI menekan inflasi inti dari 4,1 persen menjadi 3,1 persen, Endy mengaku hal itu bisa saja dilakukan. Namun suku bunga harus dinaikkan lebih tinggi.
''Jika dilakukan BI rate bisa lebih dari 6,75 persen,'' ujarnya. Meski demikian, ia mengaku hal ini sulit akan dilakukan karena dapat memperlambat pertumbuhan nasional.