REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dunia sedang menghadapi ancaman menurunnya produksi pangan akibat perubahan iklim. FAO memprediksi sejak 2009-2015 produksi pangan dunia merosot hingga lima persen. Saat ini secara global, harga pangan dunia sudah naik hingga 35 persen, sedangkan harga gandum sudah melonjak hingga 50 persen dan akan membawa efek berganda.
Harga beras internasional saat ini juga terus naik. Di Thailand harga beras telah mencapai 500 dolar AS per ton, bahkan di California mencapai 875 dolar AS.
Terkait hal ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Ade Komarudin mendesak pemerintah segera bergerak cepat mengantisipasi ancaman krisis pangan pada 2011 menyusul sinyal dari FAO, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia.
"Depinas SOKSI mendesak pemerintah untuk mengantisipasi secara serius berbagai peringatan tersebut. Jika pemerintah tidak, maka dikhawatirkan menjadi bola liar yang sangat membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, termasuk kehidupan para petani?" kata Ade Komarudin kepada wartawan di Gedung DPR Senayan Jakarta, Rabu.
Kenaikan harga pangan dunia ini akan berdampak langsung bagi kondisi pangan nasional karena tingkat ketergantungan masyarakat masih tinggi khususnya impor bahan pangan, tambahnya.
Terkait kondisi harga pangan nasional, SOKSI mencatat pada minggu pertama tahun 2011 masih diwarnai dengan kenaikan harga kebutuhan bahan pokok atau Sembako. Kenaikan rata-rata bahan pokok seperti beras, minyak, telur, gula dan terigu antara dua hingga tiga ribu rupiah per kilogram di pasar tradisional, bahkan kenaikan harga pada cabai telah mencapai Rp120 ribu per kilogram.
"Kenaikan harga kebutuhan pokok dan bahan pangan akan menjadi pukulan berat bagi rakyat khususnya warga miskin. Hal ini disebabkan pengeluaran maupun kemampuan daya beli keluarga miskin terhadap pangan menempati persentase yang sangat besar dari total pengeluaran keluarga," katanya.