REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat lonjakan signifikan produksi beras Indonesia dalam laporan proyeksi tahun 2025/26.
Dengan estimasi produksi beras mencapai 35,6 juta ton, Indonesia menjadi negara dengan kenaikan produksi terbesar kedua di dunia, yaitu meningkat 4,5 persen. Hanya kalah dari Brasil yang mencatat peningkatan tajam sebesar 14,7 persen.
Dibandingkan negara-negara penghasil lainnya, performa Indonesia terbilang impresif. Cina diproyeksi hanya meningkat 0,6 persen, India 0,3 persen, dan Vietnam 0,3 persen.
Bahkan Thailand, Kamboja, dan Pakistan justru mengalami tekanan produksi dan diproyeksikan mencatat penurunan masing-masing 2 persen, 2,1 persen, dan 0,6 persen. Pakistan bahkan diperkirakan akan memotong luas tanam akibat kesulitan pemasaran dan keuntungan yang menipis.
Kondisi pertumbuhan yang menguntungkan dan harga produsen yang menarik menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan hasil panen terbaik di Asia untuk tahun tanam 2025/2026. Indonesia bahkan disebut berkontribusi besar terhadap peningkatan produksi Asia, yang secara keseluruhan tumbuh 0,7 persen.
Keberhasilan panen dalam negeri membuat pemerintah Indonesia memangkas kegiatan impor beras secara drastis.
"Penurunan impor ini bagian dari upaya Indonesia memprioritaskan pengadaan domestik, seiring panen yang membaik dan kebijakan swasembada yang kembali ditegaskan pemerintah," tulis FAO dalam laporan bulan Food Outlook – Biannual Report on Global Food Markets Juni 2025.
Kenaikan produksi beras Indonesia ini berdampak besar, tidak hanya terhadap ketahanan pangan nasional, tetapi juga dinamika pasar beras internasional.
Kinerja produksi beras Indonesia menambah tekanan pada pasar global yang sudah mengalami penurunan harga sejak akhir 2024, dipicu pasokan berlebih dan persaingan ketat antarnegara pengekspor. FAO menyebut harga beras internasional turun hingga 22,6 persen dibandingkan tahun lalu, mendekati titik terendah dalam tiga tahun terakhir.
Selain faktor panen yang membaik, FAO mencatat bahwa harga produsen yang menarik serta curah hujan yang menguntungkan di musim tanam menjadi pendorong utama peningkatan produksi Indonesia.
Harga produsen yang menarik turut dipicu kebijakan pemerintah Indonesia yang menetapkan harga pembelian sehingga harga di tingkat petani tetap terjaga.
Namun, FAO juga mengingatkan keberlanjutan produksi masih sangat tergantung pada kondisi iklim di musim panas belahan bumi utara.
Jika curah hujan tetap normal atau di atas normal, seperti yang diperkirakan, produksi Indonesia berpotensi terus menanjak dan mendekatkan diri pada ambisi besar pemerintah, yaitu mewujudkan swasembada pangan secara berkelanjutan.