REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Kehadiran sejumlah investor asing di industri pengolahan kakao mendorong sejumlah industri pengolahan kakao lokal beroperasi kembali. Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia, Piter Jasman, mengatakan sedikitnya terdapat tujuh industri pengolahan kakao yang sudah mulai beroperasi kembali, yaitu PT Maju Bersama Cocoa Industry, PT Unicom, PT Poleko Cocoa Industry, PT. Kopi Jaya Kakao (Makasar), PT Davomas Abadi (Tangerang), PT Cacao Wangi Murni (Tangerang), dan PT Budidaya Kakao Lestari (Surabaya).
“Ada juga industri yang melakukan ekspansi yaitu Bumitangerang Mesindotama (BT Cocoa) yang meningkatkan kapasitas produksinya dari 40 ribu ton menjadi 80 ribu ton pada 2011 dan Industri Kakao Utama di Kendari yang saat ini sedang dalam tahap pemasangan mesin dengan kapasitas produksi sebesar 35 ribu ton per tahun,” kata Piter, Jumat (19/11).
Piter menuturkan adanya investor asing pada sektor industri pengolahan kakao harus disambut dengan baik, Pasalnya, hal itu berarti akan membuka lapangan pekerjaan baru dan promosi investasi yang dilakukan pemerintah untuk sector downstream kakao pun akan berhasil, sehingga akan lebih banyak biji kakao yang di olah didalam negeri.
“Masuknya investor asing juga sesuai dengan pelaksanaan program Gernas (Gerakan Nasional Kakao) untuk peningkatan produksi dan kualitas biji kakao nasional, sehingga ada jaminan pembeli yang akan menyerap adanya peningkatan produksi hasil dari program Gernas yang sudah dilaksanakan sejak 2009,” tukas Piter.
Ia mengungkapkan saat ini ada investor asal Malaysia yang sedang melakukan persiapan pembangunan pabrik pengolahan kakao di Batam dengan kapasitas produksi mencapai 50 ribu ton per tahun, “Namun saya kurang tahu pasti berapa nilai investasinya, sedangkan calon investor lainnya masih dalam tahap perencanaan dan pendaftaran ke BKPM diantaranya adalah investor yang berasal dari Singapura,” cetus Piter.
Agar pelaku industry kakao lokal dapat bersaing, Piter menjelaskan pelaku lokal pun harus senantiasa menjaga konsistensi mutu produk kakao olahan yang dihasilkan dan memenuhi kebutuhan customer baik dalam hal sertifikasi (ISO, HACCP, Kosher, Halal), serta meningkatkan keamanan pangan (food safety) pada proses produksi. Hal itu pun, tambahnya, akan dapat membuat produk kakao olahan lokal yang dihasilkan mampu bersaing dan customer tidak akan mudah berpindah ke supplier lain.
Piter memproyeksikan pada 2010 akan terjadi peningkatan utilisasi kapasitas produksi sebesar 180 ribu ton dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 125 ribu ton. “Peningkatan utilisasi ini timbul karena mulai beroperasinya kembali industri yang semua mengistirahatkan produksinya, mengingat total kapasitas produksi terpasang industri nasional sesungguhnya adalah 345 ribu ton per tahun,” jelas Piter.
Namun, tambahnya, utilisasinya sejak 2005 hanya sekitar 45 persen dari total kapasitas produksi yang terpasang dikarenakan berbagai masalah seperti sulitnya mendapatkan supply bahan baku, diskriminasi tariff bea masuk yang tinggi di beberapa negara tujuan, dan permasalahan lainnya.
Ia pun mengharapkan secara bertahap utilisasi kapasitas produksi industri kakao nasional akan mencapai 100 persen dari total kapasitas produksi terpasang pada tahun 2012, Sedangkan peningkatan kapasitas produksi pengolahan kakao akan mulai terlihat pada sekitar tahun 2013-2014.