REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai langkah untuk menyimpan uang di perbankan merupakan salah satu opsi bagi masyarakat saat menghadapi gejolak dan volatilitas pasar saham yang belakangan ini terjadi.
“Dalam konteks situasi yang seperti sekarang, saya kira menyimpan uang di bank itu merupakan salah satu opsi,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025, di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Menurut Dian, penyimpanan uang di bank memang relatif lebih aman, lebih efisien, dan efektif. Hal ini karena adanya kombinasi dengan sistem pembayaran serta pendapatan atau income yang lebih pasti yang didapatkan masyarakat.
OJK mencatat, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan per Februari 2025 tercatat sebesar 5,75 persen year on year (yoy) menjadi Rp8.926 triliun. Bulan sebelumnya atau Januari 2025, pertumbuhan DPK tercatat 5,51 persen yoy.
Adapun giro, tabungan, dan deposito masing-masing tumbuh sebesar 6,09 persen, 7,21 persen, dan 4,25 persen yoy.
Dian mengatakan, pertumbuhan DPK pada awal tahun ini sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya dana pemerintah yang telah turun serta kebutuhan konsumsi dalam rangka Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, pihak swasta juga mulai kembali menyimpan investasi dalam bentuk deposito di perbankan, sehingga terdapat peningkatan secara year to date (ytd) di deposito swasta yang mendorong pertumbuhan DPK pada awal tahun ini.
Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mengalami pelemahan. Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan melakukan dua kali pembekuan sementara perdagangan (trading halt) pada awal tahun ini yakni pada 18 Maret 2025, karena penurunan IHSG lebih dari 5 persen serta pasca-libur Lebaran atau pada 8 April 2025 dengan penurunan IHSG lebih dari 8 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mencatat terdapat modal asing keluar bersih dari pasar saham di Indonesia, dengan investor non-residen tercatat net sell secara year-to-date (ytd) sebesar Rp29,92 triliun hingga 27 Maret 2025.
Di sisi lain, BEI juga mengungkapkan bahwa investor retail domestik telah mengambil alih peran pada saat investor asing melakukan aksi jual (net sell) imbas kekhawatiran terhadap kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
BEI mencatat, investor asing melakukan aksi jual (net sell) sekitar Rp3,8 triliun atau 15 persen dari total nilai transaksi sebesar Rp20,9 triliun pada perdagangan Selasa (8/4), yang kemudian investor retail domestik mengambil alih dengan melakukan pembelian bersih (net buy) sekitar Rp3,9 triliun pada hari yang sama.